Peretas Hati

Ayu Anggun
Chapter #3

3. Sebuah Surel

"Ada sebuah kisah yang harus berakhir dan ada sebuah kisah yang baru saja akan dimulai." Ada jeda sesaat sebelum Shita melanjutkan pembacaan arti kartunya. Cewek dengan aura misterius ini menatap Nayya lekat dan dalam seolah sedang membaca pikirannya.

"Ada kedukaan yang panjang tetapi dengan cepat kegembiraan yang baru pun akan segera datang. Kamu harus bisa melepaskan hal yang lalu lebih dulu untuk menggapai hal yang baik di masa depan."

Shita menjelaskan dengan kalimat yang membuat Nayya mengerenyitkan keningnya. Nayya sungguh tak paham apa maksud semua perkataan Shita. Yang Nayya tahu pasti hanya perasaannya yang langsung berubah tak nyaman saat mendengar semua kalimat itu meluncur dari mulut Shita. Jantungnya berdebar kencang seolah rasa takut sedang memeluknya erat.

"Kisah yang harus berakhir? Melepaskan masa lalu? Kedukaan panjang? Maksudnya apa? Kok semuanya suram gitu? Apa nggak ada kisah bahagianya?" tanya Ranita yang seolah bisa membaca pikiran Nayya dan menggantikan cewek itu untuk bertanya.

"Mungkin saja kamu akan putus hubungan dengan seseorang yang dekat denganmu," jelas Shita sambil menatap Nayya dalam dengan raut wajah serius yang membuat bulu kuduk Nayya kembali meremang. Debaran jantung Nayya terdengar semakin kencang. Tiba-tiba saja perutnya mendadak mual dan dadanya seperti dihantam gelombang ombak yang bergulung. Seperti sedang dihampiri firasat buruk yang sebelumnya pernah dia rasakan. Belum lagi berada dekat dengan cewek misterius ini selalu membuatnya merinding dan takut. Entahlah ... mungkin karena aura Shita lain daripada manusia biasanya.

"Akan ada kedukaan panjang yang membuatmu tersakiti. Tapi kamu harus bisa merelakan dan melepaskan semua hal yang membuatmu sedih itu kalau ingin mendapatkan kebahagian yang baru," lanjut Shita kemudian.

"Ah, gitu ya. Makasih, deh!" Ranita segera menarik Nayya menjauh. Terlebih lagi begitu melihat wajah Nayya sudah sepucat nasi mendengar setiap kalimat yang Shita ucapkan. "Udah, nggak usah pikirin omongannya barusan. Ramalannya juga belum tentu benar, kan?" Ranita tertawa hambar.

Sedikit ragu Ranita mengucapkan kalimat terakhirnya, karena menurut sepengetahuannya selama ini, ramalan Shita adalah yang mendekati kenyataan. Seharusnya tadi dia tidak meminta cewek itu meramalkan nasib dan masa depan Nayya kalau hanya akan membuat sahabatnya itu terlihat semakin sedih. Untung saja Nayya masih menatap Ranita dengan seulas senyum tipis di bibirnya. Setidaknya Ranita bisa merasa lega untuk saat ini.

Namun berkebalikan dengan perasaan Ranita, perasaan dan pikiran Nayya kini semakin carut marut. Setiap kalimat yang diucapkan Shita barusan kembali terngiang-ngiang di telinganya. Selama kuliah berlangsung pun pikiran Nayya menglanglang buana jauh dari tempatnya berada sekarang. Nayya bahkan diam-diam memeriksa surel dalam ponselnya beberapa kali.

"Dia belum kasih kamu kabar lagi?" celetuk Riana yang duduk tepat di samping Nayya. Sudah bosan dia memperhatikan sahabatnya itu terus memandangi barisan notifikasi pada ponselnya.

Nayya menoleh sedikit kaget kegiatannya ternyata kepergok oleh Riana. Cewek itu kemudian menggeleng pelan dengan raut wajah sedih. Raut wajah yang akhirnya bertahan hingga jam perkuliahan usai.

Begitu kelas bubar, Nayya justru terlihat sibuk membongkar seluruh isi tasnya. Tak menemukan apa yang dia cari dari dalam tasnya, kini kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Kemudian tiba-tiba berjongkok di dekat bangkunya dan memeriksa semua kolong bangku yang berada dekat dengan bangku tempat duduknya barusan.

Lihat selengkapnya