"Aw, aw! Pelan-pelan, dong, sakit ini."
Cowok itu hanya menatap gadis yang duduk di ranjang UKS sambil menghela napas. "Tahan bentar," ujarnya sambil kembali mengoleskan alkohol dilutut gadis itu. "Udah tau badan kaku kayak kanebo kering masih aja ikut-ikutan joget nggak jelas."
Plakk!!
"Sembarangan!" Maureen memukul lengan Edgar dengan kuat, tak terima atas tuduhan yang dilayangkan sahabatnya itu. "Itu namanya cheers, bukannya joget nggak jelas."
"Ya terserah lah apa namanya. Lagian sejak kapan lo suka ikutan kayak gitu? Bagus juga enggak. Biar apa coba?"
"Ya pengen aja lah. Lo kenapa sih sensitif amat sama gue? Lagian nih ya, kalau nanti gue keterima, gue bisa satu tim sama Selena," gumam Maureen. Tatapannya lurus ke atap UKS dengan senyum yang tercetak jelas. Agaknya membayangkan harapannya.
Selena ya? Edgar memikirkannya sebentar. Tampaknya nama itu tidak asing ditelinganya. Tapi siapa? Cowok itu kemudian malah bergidik geli. "Terus kalau satu tim sama Selena mau ngapain? Lo nggak belok, kan?"
"Apaan, sih?! Edgar, lo udah sama gue dari orok. Udah tau seluk-beluk gue luar dalem, pernah ada lo liat gue menyimpang?" Maureen bersungut-sungut. Kesal karena cowok dihadapannya ini selalu asal dalam bicara.
Sambil membereskan kotak p3k, Edgar kembali menarik napas dalam. "Kalau nggak belok ngapain obses banget sama si Selena-Selena itu?"
"Gue pengen aja temenan sama dia. Lagian dia itu masuk jajaran cewek paling hits dan populer di Gavedra. Dia satu-satunya primadona di sekolah kita. Orang gila mana coba yang nggak mau temenan sama dia?"
"Gue." Edgar mengatakan itu dengan santainya. Saat kembali dari lemari selesai menyimpan kotak p3k.
Jawaban itu membuat Maureen kini menatap Edgar yang sedang berjalan ke arahnya dengan horor. "Sekarang kayaknya gue ngerti deh. Lo yang belok kan?"