Perfect Office Romance

Yoou
Chapter #3

3-SENIN PAGI

Pukul tujuh acara dimulai dengan penampilan dari band-band lokal. Penonton telah memadati, menanti idola mereka tampil. Panitia yang bertugas bak layang-layang yang terus bergerak tertiup angin. Ada pula yang tidak bisa beranjak sama sekali karena terus monitoring.

Di backstage, Jenni berdiri sambil bersedekap. Sebenarnya kehadirannya tidak begitu diharapkan. Ah tidak. Dia tadi mendadak menjadi seksi konsumsi yang membagikan makanan. Setelah itu dia membantu mengangkat beberapa barang. Yah, dia sangat diperlukan.

"Daripada bengong mending bantu di ruang make up."

Kalimat yang terdengar tiba-tiba itu menarik perhatian Jenni. Matanya berputar karena lagi-lagi melihat Sagra. Dan, ekspresi lelaki itu tidak sesopan ketika bertemu dengan Pak Yassar. "Saya sudah cukup membantu. Jadi, ingin menikmati suasana sebentar," jawabnya apa adanya. Kasar? Ah, tidak juga.

Sagra melirik ke arah panggung. Dia bersedekap dan ikut menikmati lagu yang sebenarnya tidak dia ketahui. Sayangnya, ekspresi 'menikmati'-nya tampak kaku.

Jenni melirik Sagra lalu menahan tawa. "Kayaknya Pak Sagra nggak cocok di acara ini."

"Kenapa gitu?"

"Itu...." Jenni menunjuk wajah Sagra. "Mana ada orang dengerin musik ekspresinya kayak gitu? Kayak rapat pemegang saham."

"Berani kamu ngomong gitu?"

Kedua tangan Jenni langsung terangkat. "Cuma bercanda." Setelah itu dia memilih menatap ke panggung dan mencoba menikmati suasana.

Diam-diam Sagra melirik Jenni. Rambut wanita itu yang sebelumnya berantakan, kali ini diikat kuda dengan beberapa anak rambut jatuh di depan telinga. Jenni terlihat lebih manis daripada tadi pagi. Penampilannya sederhana dan riasanya natural. Cantik. 

Setelah beberapa detik Sagra membuang muka sadar dengan apa yang dilakukan. Selama ini dia tidak pernah mengagumi karyawannya sendiri. Dia agak anti dengan hubungan romansa di perkantoran. Menurutnya terlalu mainstreem.

"Pak Sagra kenapa masih di sini?" tanya Jenni. Padahal, dalam hati dia ingin mengusir.

Lamunan singkat Sagra terputus. Dia melirik Jenni lalu berdiri tegak. "Saya sebentar lagi ngasih sambutan."

"Oh...."

Sagra mengedarkan pandang dan melihat kursi yang di atasnya terdapat kadus air mineral. Dia mendekati kursi itu, memindahkan kardus ke lantai setelah itu menyeret kursinya mendekati Jenni.

Kreek....

Jenni masih memperhatikan Sagra. Dia melihat saat kursi itu diarahkan ke tempatnya. "Pak, nggak perlu repot-repot!"

Sagra mengerjab. Dia menatap kursi yang dipegang lalu menatap Jenni yang berada di depannya. "Oh...." Dia menahan tawa lalu duduk di kursi itu.

Mata Jenni membulat. Dia pikir, Sagra mengambilkan kursi itu untuknya.

"Tolong minggir saya nggak bisa lihat," ujar Sagra kian membuat Jenni melotot.

"Minggir? Tempat di sana masih luas, Pak!"

"Buat orang jalan."

"Hah!" Jenni mengusap kening atas jawaban itu. "Gue salah sangka."

"Tolong minggir!"

Jenni refleks berjingkat mendengar pengusiran itu. Dia bergeser beberapa langkah lalu memperhatikan Sagra yang fokus menatap panggung sambil duduk di kursi. "Gila!"

Sagra tidak mendengar gerutuan itu. Dia mencoba menikmati musik yang mengalun, tidak memedulikan Jenni yang masih sebal karena ulahnya.


***


Bugh....

Jenni mengempaskan tubuh di ranjang. Dia melepas ID card yang masih melingkar di leher lalu membuangnya begitu saja. Setelah itu dia melepas tas slempang dan mengeluarkan ponsel.

01.57

"Kerja bagai kuda banget." Jenni meletakkan ponsel di atas kepala lalu memejamkan mata.

Acara berakhir pukul sebelas lebih tiga puluh menit. Sebagai panitia tentu tidak bisa pulang begitu saja. Termasuk Jenni. Dia membantu karyawan lain dan mengkomando agar meminta laporan keuangan secepat mungkin. Pak Lendra pasti akan memberondongnya karena lelaki itu sangat detail.

"Aaaa! Capek banget!" Jenni bergerak miring dan memejamkan mata.

Harusnya, Jenni membersihkan diri dulu setelah itu tidur. Namun, tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga. Sehari sebelumnya dia bangun pagi. Sekarang dia baru tidur saat pagi.

Tok... Tok... Tok....

Lihat selengkapnya