Aku berusaha memejamkan mata. Kematian Budhe Sastro yang begitu mendadak, Bu RT yang di hantui budhe Sastro, Tum dan Bu Nur yang didatangi budhe Sastro membuatku gentar. Aku tahu mungkin semua memang salahku, tapi aku kan hanya perantara, ya kan?
Dulu budhe Sastro berjualan emas di pasar. Aku sering menjualkan emas di toko kecilnya. Kami berbisnis cukup lama. Setahuku budhe Sastro tidak suka menjadi tua. Dia tidak suka kulitnya berkeriput dan bergelambir. Budhe Sastro bercerita padaku kalau dia mendatangi seorang dukun di sebuah lereng gunung untuk membuatnya selalu cantik dan awet muda. Tapi ada syaratnya tentu saja. Dan syaratnya cukup berat.
"Kamu mau bantu, aku Sas?" tanya budhe.
Aku menelan ludah. Sulit sekali tugas yang harus kulakukan.
"Saya tidak tahu harus bagaimana budhe," jawabku jujur.
"Carikan aku wanita hamil, carikan saja. Kamu tidak perlu ngapa-ngapain lagi," jawab Budhe Sastro.
Sekali lagi aku menelan ludah.
"Wanita hamil itu mau diaPakan budhe?"
Budhe tersenyum.
"Aku butuh bayinya," jawabnya singkat.
"Untuk apa? Budhe nggak Pake pesugihan, kan?" tanyaku dengan gemetar. Pasti ada hubungannya dengan hal gaib, aku percaya itu.
"Sebenarnya aku butuh ibu dan bayinya, tapi sementara bayinya dulu tidak apa-apa," jawab Budhe Sastro ringan.
"Saya mau carikan, tapi budhe harus cerita dulu bayi dan ibunya itu mau diaPakan," jawabku tegas.
Budhe melihat ke arahku. Seperti sedang menilaiku.
"Apa kamu yakin mau dengar, Sas?"
Kami berpandangan. Aku tahu budhe Sastro melihat ketakutan di mataku.
"Baiklah kalau kamu mau tahu rencanaku. Aku butuh kafan bayi yang baru lahir. Kafan itu kusimpan dilemariku selama sebulan. Kalau sudah sebulan kafan itu akan kubuat baju dan kuPakaikan pada ibunya. Setelah itu akan menjadi muda lagi," bisik budhe Sastro, masih dengan santai.
Aku terhenyak. Apa tidak salah yang kudengar ini? Budhe sastro tersenyum mengejek.
"Baju dari kain kafan itu akan menyedot usia si ibu dan memberikannya kepadaku. Mungkin setelah aku berhasil aku bisa menjadi lebih muda lagi," kata budhe lagi.
Aku masih terhenyak. Hatiku berdesir, menahan takut, dan juga ragu. Karena sebenarnya tawaran Budhe Sastro benar-benar menggiurkanku.
"Mau nggak, Sas? Kamu, kan tinggal cari orang hamil di desa ini, beritahu padaku siapa saja. Nanti aku yang bertinda." Budhe Sastro melanjutkan sambil melinting rokok kreteknya.
Aku mengamati budhe Sastro merokok dengan gamang, dan kemudian tanpa kusadari aku sudah mengangguk.
"Saya mau, Budhe, beri saya waktu satu minggu," kataku mantap, tanpa rasa ragu membayangkan uang yang akan kudapatkan.
**
Tumini memang seperti pertolongan yang diberikan gusti Allah kepadaku. Ketika berbelanja di pasar aku bertemu dengannya. Perutnya membuncit berisi janin. Hatiku bersorak gembira.
"Wah, kamu hamil, to, Tum," kataku sambil mengelus perutnya.
"Iya, Bu Sas. Alhamdulillah sudah delapan bulan," jawabnya dengan rona kebahagiaan.
"Eh, la kok sudah hampir lahiran. Aku malah baru tahu," jawabku dengan kebahagiaan setulusnya, karena membayangkan imbalan yang akan kudapatkan.