PERHIASAN TERKUTUK

Endah Wahyuningtyas
Chapter #6

Bagian 6 : Pak RT dan Bu RT

POV PAK RT

 

Akhir-akhir ini ada keanehan pada istriku. Dia terlihat begitu bahagia. Sering sekali masuk kamar dan mengunci pintunya. Setelah keluar dia nampak lebih bahagia lagi. Sebenarnya aku senang dia bahagia. Siapa, sih yang nggak senang istrinya bahagia. Semua jadi aman dan serba tersedia. Tanpa meminta pun sudah dilayani. Siapa yang nggak mau? Tapi kalau suka senyum-senyum sendiri aku, kan jadi takut. Jangan-jangan jiwanya terganggu, atau mungkin dia punya selingkuhan?

Pagi ini istriku lebih heboh lagi. Dia keluar masuk rumah dengan resah tapi juga bahagia. Seperti menunggu sesuatu.

"Kenapa, Bu?" tanyaku.

"Anu, Pak. Ibu mau bilang, ya. Tapi baPak jangan marah," jawabnya.

Nah, kan. Jangan-jangan dia punya selingkuhan ini. Aku melihat ke arahnya yang salah tingkah. Kuletakkan koranku.

"Ibu mau bisnis jualan bunga. BaPak jangan marah, ya, Pak. Dari dulu ibu kan memang pengen punya toko bunga," jelasnya panjang lebar.

Aku bernafas lega. Kukira dia mau bilang apa.

"Oh, gitu. Oke. BaPak setuju, kok," jawabku ringan.

Eh, tapi dia dapat uang dari mana? Jangan-jangan ngutang sama Sas kayak dulu?

"Dapet uang dari mana, bu?" tanyaku sebiasa mungkin, takut membuatnya tersinggung. Istriku malah tersenyum lebar.

"Alhamdulillah ibu ada rezeki," jawabnya dengan tersenyum lebar.

Aku tidak bertanya lagi, dia begitu antusias menyambut bunga-bunganya datang, sibuk menata ke sana kemari, sibuk melayani pelanggan. Semua kekhawatiran tentang sumber uang itu membuatku lupa.

 

*

Bisnis istriku cukup ramai. Sebagai toko bunga baru di desa, pengunjungnya cukup banyak. Bahkan ada yang dari luar daerah juga. Kalau dilihat-lihat sebenarnya tanaman bunganya biasa saja, tidak terlalu istimewa. Aku kadang sering heran sendiri kok, banyak juga yang datang.

Hari itu ada rombongan dari Jakarta datang mengunjungi toko bunga istriku. Istriku dan anakku langsung ramai melayani. Aku juga ikut membantu. Mereka nampak sumringah dan antusias melihat orang luar daerah datang dan memborong bunga-bunga istriku. Hari itu kami untung besar.

 

Tapi, malamnya terjadi keributan.

"Pak, baPak lihat kalungku, nggak?" tanya istriku. Wajahnya nampak kebingungan hampir menangis.

"Kalung apa, Bu? Mungkin di lemari."

"Sudah kucari, Pak. Nggak ada." jawabnya, dia mulai menangis.

"Aduh... BaPak nggak tahu kalung kayak apa, mungkin ibu lupa simpannya," kataku berusaha menenangkan istriku yang mulai histeris.

"Tapi dari dulu juga di lemari terus nggak pernah ke mana-mana. Aduuuh, di mana, sih kalung itu?" tangisnya.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Kalung yang seperti apa aku juga nggak tahu, giliran hilang aku yang dimarahin.

Setelah kalung itu hilang mood istriku berubah drastis. Kesenggol sedikit saja dia langsung murka. Aku berusaha memahami perasaan wanita, tapi kali ini sungguh nampak berbeda.

Lihat selengkapnya