Hari pun berganti. Zafir menelusuri jalan dengan karung dan sebatang besi panjang yang biasa ia bawa. Setiap kali menemukan tong sampah ia berhenti dan mencari botol plastik atau bekas aqua gelas dan memasukkannya ke dalam karung. Saat Zafir baru saja mengambil sebuah botol plastik dari sebuah tong sampah yang ada di depan rumah yang cukup mewah, tiba-tiba dari arah belakang ada sepeda motor yang menyalip sebuah minibus dari kiri. Tak pelak lagi, lengan kiri pengemudi tersebut menyenggol tubuh Zafir hingga menyebabkannya jatuh tersungkur tepat di depan sebuah garasi rumah tersebut. Zafir meringis sambil berusaha bangkit dari jatuhnya. Pelipis kanannya terluka. Seorang anak perempuan kecil yang cantik berambut panjang lurus dan hitam mengenakan gaun putih keluar dari rumahnya yang mewah itu dan menghampiri Zafir yang masih meringis kesakitan.
“Hei, kamu enggak apa-apa?” mencoba membangunkan Zafir
Zafir memandangnya sesaat dan menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian berusaha untuk duduk
“Eh, tapi pelipis kananmu terluka!” bernada serius. “Tunggu ya!” imbuhnya.
Gadis kecil itu berlari masuk ke dalam rumahnya. Zafir membereskan barang-barangnya yang berserakan dengan perlahan sambil meringis dan sesekali memegang pelipis kananya yang sedikit mengeluarkan darah. Saat semua barangnya telah ia masukkan, si gadis kembali datang dengan membawa betadine dan kapas.
“Sini aku obati sebentar!”
“Tidak, aku tidak apa-apa kok!”
“Tidak! Pelipismu terluka, aku harus memberimu obat. Kalau tidak, bisa bahaya, kau bisa terinfeksi!
Zafir diam menunduk. Entah angin surga datang dari arah mana yang saat ini sedang menerpa. Baru kali ini dirinya diperlakukan bagai sang raja oleh orang yang tak dikenal, dari kalangan bangsawan pula. Biasanya jangankan ditolong, dilirik pun tidak karna kondisi tubuhnya berbalut sandang yang sudah bergumul dengan asap dan debu jalanan
Dengan cekatan, gadis itu berjongkok dan menuangkan cairan betadine pada kapas lalu mengoleskannya pada pelipis Zafir
“Kau tahu aku jatuh?”
“Ya, tanpa sengaja saat aku memandang keluar, aku melihatmu terlanggar sepeda motor dan kau terjatuh.”
“Kau baik sekali. Terima kasih sudah menolongku”
Si gadis berhenti mengoleskan obat dan menatap Zafir dengan matanya yang teduh bak telaga di antara rimbunnya pepohonan di pegunungan. Wajahnya yang anggun dan putih bersih bagaikan malaikat yang tiba-tiba muncul dari celah cakrawala itu tersenyum dan berkata;