Rahma sedang duduk di sofa sambil membaca majalah anak. Di depanya ada sebuah meja kayu berukir dengan taplak bermotif bunga-bunga. Di atasnya ada berbagai jenis makanan ringan dan segelas minuman jus jeruk. Rahma meminumnya dengan menggunakan sedotan beberapa teguk, kemudian meletakkannya kembali ke tempat semula. Pandangannya masih tertuju pada majalah tersebut. Tampak foto seorang anak laki-laki miskin yang sedang mengamen di pinggir jalan. Rahma menajamkan alisnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba ia teringat Zafir yang sempat ditolongnya tempo hari. Rahma meletakkan telunjuknya di depan kedua bibirnya yang terkatup rapat sambil mengangguk-angguk. Kedua matanya melirik ke kanan seperti memikirkan sesuatu. Saat bersamaan ada seorang laki-laki yang datang:
“Assalamu’alaikum,”
Waalaikumussalam, (terkejut dan melihat ke pintu) Eh, papa sudah pulang!”
Angga yang mengenakan baju biru terang berdasi dan celana hitam sambil membawa tas hitam menghampiri anaknya sambil tersenyum dan berkata:
“Lho, kok anak papa membaca sambil mengangguk-angguk sendiri?” (Mengulurkan tangan kanannya kepada Rahma. Rahma mencium tangan ayahnya. Angga mengusap kepala Rahma)
“Iya nih pa, masih banyak ya teman seusia Rahma yang masih susah di luar sana.”
“Ya, memang begitu Rahma. Sebagian anak masih ada yang belum beruntung. Tidak seperti kamu yang hidup serba berkecukupan. Memang menurut kamu apa yang bisa kamu perbuat?”
“Rahma ingin membantu mereka pa”
“Wah, bagus tuh. Bagaimana caranya?”
“Kalau sudah dewasa nanti, Rahma ingin membuat panti asuhan aja pa”