Tampak Zafir sedang menyiram mobil kijang Innova dengan selang. Tiba-tiba Rudi menghampirinya:
“Eh, Fir, tadi pagi ada orang mencarimu!”
“Siapa Rud?”
“Tahu, aku lupa namanya. Bapak-bapak sih, pakaiannya rapi, berkacamata, ada tahi lalat di bawah mata kanannya. Katanya sih dari CV. Nada Record!”
“Lha terus apa hubungannya ama aku Rud?” mengerutkan dahinya sambil melanjutkan menyiram mobil.
“Ya ada dong Fir, dia menyuruhmu rekaman!
“Hah?” terbelalak.
“Rekaman? Emang suaraku cukup mengimbangi para penyanyi zaman sekarang? Terus dari mana dia tahu aku bisa nyanyi? Dan bagaimana juga dia tahu aku di sini Rud? Ah, aya aya wae Rud, Rud. Kamu teh ngimpi kali!"
“Eh, apa pun di dunia ini bisa terjadi Fir! Nih dengerin aku dulu Fir, dia itu bilang kalau dia pernah naik bus kota lantaran mobilnya masuk bengkel. Di dalam bus, dia dengerin kamu nyanyi yang menurutnya suara kamu itu oke punya Fir. Dan kemudian di lain hari, ia sering melihatmu nongkrong di sini sama aku. Yaudah akhirnya dia kan nanya aku tentang kamu. Ya aku bilang namanya Zafir, dia emang kerja di sini kalau siang. Pagi biasanya suka mengamen dari satu bis ke bis lain."
Zafir teringat saat ia sedang mengamen di dalam Metro Mini;
Seorang bapak-bapak berkacamata mengenakan baju lengan pendek putih bergaris hitam dan biru dan celana katun warna hitam dengan tahi lalat di bawah mata kananya memberinya uang sepuluh ribu rupiah yang ia lipat kecil sambil tersenyum dan mengacungkan jempolnya.
“Hei! Malah ngelamun!” menggebrak.
“Iya iya bener tuh Rud!”
“Apa yang iya? Apa yang bener Fir?”
“Iya Rud, aku ingat ada seorang laki-laki yang memberiku uang saat itu. Nah terus gimana Rud?”
“Ya dia Cuma ngasih alamat ini ke kamu Fir! Katanya kalo sempet, kamu besok pagi datang ke kantornya,” memberikan alamat yang dimaksud kepada Zafir.
“Makasih ya, Rud.”
“Udah datang aja ke sana Fir! Siapa tahu milik kamu di situ!”
Zafir mengamati alamat di selembar kartu nama yang diberikan beberapa saat. Ia menyampaikan kepada Rudi bahwa ia akan datang memenuhi undangan Roy.
Keesokan harinya, sebuah bus KOPAJA menepi dan menurunkan seorang penumpang mengenakan kemeja warna biru polos dan celana katun warna hitam yang tak lain melainkan Zafir. Penampilannya layaknya orang kantoran. Ia menelusuri trotoar sepanjang jalan raya sambil sesekali melihat ke selembar kartu nama yang dibawanya dan melihat beberapa gedung pencakar langit yang berjejer di sepanjang jalan raya tersebut. Dari jauh, tampak Zafir mengarahkan langkahnya ke halaman sebuah gedung dan menanyakan alamat tersebut kepada seorang petugas yang berjaga di pintu masuk kendaraan. petugas tersebut menunjukkan Zafir ke arah pintu masuk utama. Zafir mengangguk-angguk dan membungkukkan badannya sambil mengucapkan terima kasih. Ia melanjutkan langkahnya ke arah yang dimaksud petugas tadi.
Di dalam gedung, di lantai V tampak hiruk pikuk para karyawan sedang sibuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Zafir menengok ke kanan dan ke kiri namun tak seorang pun yang ia kenal. Apalagi tak satu pun di antara mereka yang menegur Zafir. Zafir mondar-mandir perlahan untuk beberapa saat layaknya orang yang kebingungan harus melakukan apa. tiba-tiba ada seorang pemuda yang mengenakan baju yang rapi berdasi menghampirinya.