Adzan dzuhur berkumandang. Zafir segera menuju masjid untuk menunaikan shalat dzhuhur dan memanjatkan doa agar ia diberikan jalan keluar yang terbaik dari masalah yang kini sedang melilitnya. Setelah shalat ia duduk termenung di serambi masjid sambil mencoba kembali memikirkan bagaimana mendapatkan uang lima juta tersebut. Namun sayang, sudah cukup lama dia duduk dan berpikir, tak satu pun ide keluar dari pikirannya. Ia kembali mengayunkan langkahnya ke arah jalan hingga seolah tak tentu arah. Sampai di sebuah persimpangan ia melihat seorang wanita muda potongan hartawan membawa tas hitam baru turun dari taksi menuju sebuah gang. Entah setan apa yang sekonyong-konyong merasuki pikiran Zafir, hingga timbul dalam pikirannya untuk merebut tas wanita itu.
“Buat apa kaya tapi enggak sedekah, dan dia belum tentu suka sedekah. Jadi lebih baik paksa aja dia untuk bersedekah kepada orang yang membutuhkan, yaitu aku.”
Begitulah bisik si setan saat itu yang diiringi dengan anggukan Zafir. Diam-diam ia mengikuti wanita tersebut dari belakang sambil memastikan situasi dan kondisinya memungkinkan serta kesempatan yang ada juga cukup besar, hingga makin lama makin dekat tanpa sepengetahuan si wanita dan “bret!!” Zafir berhasil menjambret tas si wanita tersebut!
“Jambret!! Jambret!!”
Teriak si wanita dengan kerasnya hingga pekikannya memenuhi angkasa. Tak ayal lagi warga berdatangan dengan sangat cepat laksana laron yang menyongsong sinar di tengah gelapnya malam. Jantung Zafir berdegup kencang seolah ada genderang besar yang tengah dipukuli oleh sekelompok drummer yang piawai dan ternama. Ia lari sekencang-kencangnya sebagaimana juga warga yang melakukan pengejaran dengan ayunan kaki yang tak kalah panjang diiringi rasa geram yang kini bersemayam di atas ubun-ubun mereka.
“Kejar!!.... Hajar!!..... Gampar!!.... Lempar!!.....
Begitulah teriak mereka sepanjang perburuan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Alih-alih mendapat uang lima juta rupiah dan lolos dari kejaran warga, malah kini ia terjebak pada sebuah gang buntu. Zafir menghentikan langkahnya. Sebuah pagar besi cukup tinggi tampaknya saat ini bukan berada pada pihaknya. Ia terengah-engah dan meletakkan kedua tangannya di atas lutut. Warga makin lama makin dekat. Zafir segera mengangkat tangannya, namun warga sudah terlanjur terbakar api benci yang membara hingga akhirnya mereka menghakimi Zafir tanpa ampun!!
Di saat bersamaan, tiba-tiba ada sebuah suara memekik memecah keramaian mengalahkan bunyi serangan masa;
”Stooop!! Stooop!! Hentikan!! Hentikan!!
Warga menoleh ke belakang. Ada beberapa mereka yang melongo melihat kehadiran sosok gadis tak di kenal yang baru saja meminta mereka menghentikan amukan yang membabi buta. Sosok gadis ayu berkulit bersih berperawakan semampai berdiri di hadapan mereka. Pembawaannya yang tenang seolah menyihir mereka untuk tetap tenang dalam menghadapi suatu perkara.
“Maaf bapak-bapak, dia temanku dan biar dia jadi urusanku,” katanya menegaskan.
Suasana hening sejenak. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Tetapi setelah ada beberapa yang saling berbisik akhirnya yang lain mulai terusik bahwa kalau yang namanya jambret ya tetap jambret meskipun itu teman sekalipun. Mereka tampak masih geram dan mulai menyerang lagi, tapi lagi lagi ada suara yang meminta mereka menahannya;
“Tahan!! Tahan bapak-bapak!!