PANDANGAN Elena Rojas tertuju pada kotak makanan yang dibawa Arthur, seakan tak sabar ingin mengeluarkan isi di dalamnya.
"Snack yang sederhana tapi bisa membuat perutku tiba-tiba berbunyi. Akan sangat sempurna kalau kita memakannya dengan meminum teh hangat," katanya antusias.
"Kombinasi yang sempurna." Arthur menanggapi.
Para juri mulai memasuki theater Wisteria. Bunyi sepatu saling bersahutan, menggema seantero theater bermandikan cahaya ungu yang menampakkan kekosongan di tribun penonton.
"Mengapa hanya kita yang ada di sini?" tanya Elena pada sekretarisnya, Fidelina.
"Saya mendapat informasi bahwa proses penilaian untuk menentukan lima besar memang dilakukan secara privat, señora."
(Señora=Nyonya)
Elena Rojas mengangguk-angguk kemudian berjalan menuju kursinya. Wanita berusia enam puluh tahun itu mengembang senyum kembali ketika mengetahui Arthur duduk di sampingnya.
"Silakan!" Arthur menarik kursi Elena dan mempersilakan wanita itu duduk.
"Gracias!" katanya pada Arthur. (terima kasih)
Para juri sudah menempati masing-masing kursi yang sudah disediakan. Total ada tujuh juri yang hadir. Empat diantaranya datang dari Korea, Jepang, Italia, dan Meksiko. Sedangkan tiga juri adalah para dosen Verona di jurusan desain fesyen.
"Apa seseorang memaksamu hadir sebagai juri, Nak?" Elena kembali membuka perbincangan.
Arthur tersenyum kembali atas benarnya ucapan Elena. "Ya. Seseorang memintaku ikut terlibat. Aku juga akan tinggal beberapa bulan di Verona sebagai pengajar."
"Kudengar jurusan seni kuliner di sini juga hebat. Bisa kubayangkan wajah antusias mereka jika yang hadir di dapur mereka adalah pria yang sangat tampan dan ramah sepertimu. Lalu apa yang membuat kau tampak sangat risau?"
Arthur menggaruk ujung alisnya yang tidak gatal. "Aku merasa berat meninggalkan pekerjaanku di Sydney. Mengenai mahasiswa di sini, aku tidak punya gambaran apapun tentang mereka. Mungkin awalnya mereka akan senang. Tapi aku bisa menjamin jika setelah aku mengajar, mereka akan frustasi sampai ingin memotong jari mereka sendiri," jawab Arthur.
"Kenapa begitu?" Elena terkejut.
"Karena saat memegang pisau, aku bisa berubah menjadi Gordon Ramsay di FOX's Hell's Kitchen."
Elena tertawa karena tak percaya lelaki semanis Arthur bisa jadi sosok horror seperti chef terbaik di UK dan di dunia itu.
Sementara para juri mempelajari form penilaian di dalam gadget masing-masing, ketegangan meliputi para peserta.
Mendekati dimulainya acara, suasana di dressing room makin gaduh. Tak terkecuali Nadira dan Ola yang sejak tadi sibuk mencari Cindra.
Cindra memang ahli menyembunyikan kondisinya yang sedang sakit. Salah satu cara yang dia gunakan adalah dengan menggunakan make up tebal.
"Cindra, lo nggak sakit. Lo nggak boleh mundur!" Mematut diri di depan cermin toilet, Cindra mensugesti diri.
Mendengar gema suara Ola dari luar, Cindra cepat-cepat mengatur tatanan rambutnya dan menepuk-nepuk pipi.
Sesaat kemudian pintu berdebam keras, disusul dengan kemunculan Ola.
"Cindra!" serunya.
Cindra sedikit membungkuk sambil memegangi dadanya. "Olaa, santai dikit dong!"
"Sorry, ada bad news, Cin!" lanjut Ola pucat. "Ada yang sabotase gaun kita."
"WHAT?!"
Cindra menutup mata rapat-rapat untuk menenangkan pikiran. Tapi keadaannya justru lebih parah. Kepalanya seakan berputar-putar. Tapi dia harus tetap sadar. Dia harus melakukan sesuatu.
∆∆∆
Usai presentasi dari peserta pertama, para juri mulai khusyuk memberikan penilaian pada form masing-masing. Setelah itu peserta diberikan kesempatan untuk menunjukkan detail gaun rancangannya dengan membiarkan sang model melakukan cat walk kembali.
Peserta pertama yang mengambil tema gaun cocktail ini menyajikan pementasan drama pantomim dengan bantuan mahasiswa dari club modern dance.
Exo-Love Me Right 🎼
So Ji Sub, salah satu juri dari Korea, ikut menggerakkan bahunya untuk sekedar menikmati lagu dari negaranya. Tak terkecuali Arthur yang ikut mengetuk-ngetukkan jemarinya sesuai irama lagu.
Berbeda dengan Arthur, seorang wanita muda nan elegan yang berdiri di samping sang lelaki, justru tampak cemas karena Arthur tidak membuka sama sekali aplikasi form penilaian.
"Ibu presidir berpesan bahwa kau juga harus menilai," tegur wanita itu.
Namanya Renata. Dia sekretaris Victoria—istri Juan Carlos Louvier—dengan setia berdiri di samping Arthur sejak dimulainya acara.
"Aku akan menilai kalau ada yang menarik perhatianku, Renata," ujar Arthur sedikit sebal mendengar perintah itu berasal dari sang nenek, Victoria.
"Baik," jawab sang sekretaris tak ingin berdebat.
∆∆∆
Sampai di dressing room, Cindra syok melihat kondisi gaun ciptaannya. Beberapa saat, sekujur tubuhnya kaku. Cindra berusaha untuk tidak menangis. Tidak mengeluh.
Setelah bernapas dalam-dalam, gadis itu mulai bergerak. Dengan serius, ia mengamati kerusakan gaunnya.