Perihal Ruh

Hizbul Ridho
Chapter #5

Bos Besar

Hal yang paling ditakutkan Lil Mama adalah Bos Besar akan bosan dengan hidangan yang disajikannya setiap hari. Sekali waktu, koki-kokinya pernah lalai dengan memasak menu yang sama untuk makan malam, sebagaimana menu untuk makan siang. Bos Besar tidak ambil pusing untuk berjalan ke dapur dan menarik pelatuk senapan gentelnya kepada seorang koki di dapur, tidak peduli bahwa koki itu tak bertanggungjawab langsung atas déjà vu menu yang disantapnya. Mencari koki handal untuk memuaskan selera Bos Besar tidaklah mudah, untuk itu Lil Mama menekan enam orang koki yang ada di dapurnya seperti di neraka.

Tidak ada yang dihidangkan Lil Mama di dapur markas Wisanggeni88 selain daging babi, sebab itulah yang diinginkan Bos Besar. Itu juga menjadikan tingkat kesulitan memasak lebih lagi dan Lil Mama harus merotasi menu untuk menghindari repetisi, sebuah tantangan untuk memuaskan lidah dan perut Bos Besar. Sehingga, tekanan bagai neraka yang dialami koki-kokinya, juga suhu panas yang mengambang di udara pengap dapur, menjadikan sumpah serapah sebagai bahasa pengantar bagi setiap koki agar masakan mereka masuk ke kerongkongan Bos Besar dengan lahap.

Sore itu, Bos Besar sudah terlambat tiga jam untuk menyantap makan siangnya. Itu disebabkan oleh perdebatan sengit antara dua orang koki terkait menu yang akan mereka hidangkan siang itu. Salah satu koki, yang yakin bahwa Babi Peking adalah menu siang kemarin, menancapkan pisau chef-nya di punggung tangan koki yang bertanggung jawab. Koki yang bertanggungjawab itu meraung setelah melihat bilah pisau menancap di punggung tangannya, tembus ke talenan. Dia mencabutnya dengan menjerit, kemudian memindahkan bilah pisau itu ke perut koki yang telah menusuk punggung tangannya.

Manusia dapur adalah jenis manusia yang tidak mudah mati. Mereka terbiasa dengan jam kerja panjang dengan suhu panas dan bahasa sumpah serapah. Sehingga setelah itu, yang terjadi adalah duel antara dua orang koki, di lorong dapur antara wok-wok besar yang menyemburkan api di pantatnya dan salamander yang menggantung di dinding.

Lil Mama datang di tengah pertarungan dua koki itu, mencabut dua bilah pisau daging yang selalu tersangkur di pinggang belakangnya, menangkis kedua pisau chef yang mengayun untuk saling membunuh. Kedua pisau itu terpelanting ke lantai, kemudian kepala dapur itu merangkul kedua koki tersebut di ketiaknya, dengan pipih pisau daging berkilatan cahaya di wajah mereka yang berkeringat.

“Siapa yang niat bunuh diri dengan menyajikan Babi Peking untuk makan siang ini?” kata Lil Mama kepada keduanya.

“Koki ini yang melakukannya!” kata koki yang perutnya tertancap pisau chef. “Aku sudah mengatakan Babi Peking menu kemarin. Tapi dia tetap menolak menyajikan Babi Cincang Spagetti Saus Pesto.”

Koki yang punggung tangannya tertusuk pisau itu tidak bisa membantah fakta itu. Lil Mama memahaminya dan melepaskan koki yang perutnya tertusuk pisau chef dari rangkulannya. Koki itu tersenyum penuh kemenangan sambil memegangi perutnya yang masih merembesi darah.

“Gorok lehernya dan buang mayatnya di Medan Merdeka Barat!” kata koki itu.

“Aku memikirkannya,” kata Lil Mama kepada koki yang masih dirangkulnya. Koki itu memohon ampun sambil memegang punggung tangannya yang masih meneteskan darah. 

“Di luar sifat pelupamu yang fatal,” Lil Mama melanjutkan, “skill masakmu sulit ditemukan di seantero Nusantara. Aku akan memaafkanmu. Tentunya tidak ada lain kali setelah kau lambat menyadari tubuhmu sudah mengambang di Medan Merdeka Barat.”

Begitu Lil Mama melepas rangkulan mencekiknya, koki itu terbatuk-batuk. “Sekarang, obati dan perban luka kalian. Bos Besar sudah terlalu lama menunggu. Kalau tidak ada Kerberus, mungkin usus kalian sudah terburai di lantai.” Lil Mama menggelung lengan seragam chef-nya. “Biar aku yang mengurus menu kali ini.”

Bos Besar tidak benar-benar lupa bahwa sudah tiga jam berlalu dengan meja makan tanpa satu pun menu makan siang. Keasyikannya memoles senapan gentel semi otomatis Benelli M4 klasiknya dengan saputangan motif bunga matahari, dan membersihkan lubang larasnya dengan sikat bundar bergagang kawat, membikinnya abai bahwa sudah berjam-jam berlalu.

Usai dia menyigi bahwa senapan gentelnya bersih mengkilap dia akan mengekernya kepada Kerberus dan wajah panik dari ketiga piaraanya berhasil membuat Bos Besar tertawa hingga perut buncitnya bergetar mengikuti guncangan tawanya. Usai pura-pura menembak salah satu dari mereka dan salah satu piaraan itu pura-pura mati, Bos Besar akan kembali melap senjata kesayangannya, dan mengulangi mengekernya kepada Kerberus, berkali-kali hingga tiga jam pun berlalu.

Meskipun Bos Besar menganggapnya anjing, Kerberus bukanlah anjing. Mereka adalah tiga manusia yang sudah lama kehilangan kewarasannya dan menganggap diri mereka sendiri anjing, sebagaimana Bos Besar menganggap mereka anjing.

Sebelum kewarasan mereka hilang, tiga piaraan Bos Besar itu pernah menjadi manusia yang terhormat. Berkat kasih-sayang yang jarang, Bos Besar sudi merawat mereka lalu memberinya nama Kerberus. Bos Besar sudah lupa nama mereka sewaktu mereka masih manusia yang terhormat, kini untuk membedakan satu dan yang lainnya Bos Besar memberi mereka nama Burger, Media, Minyak.

Dengan rantai yang berkait kepada tiga dasi mereka, dan kemeja putih yang tidak pernah lagi berganti dan celana bahan yang sobek di dengkul, dan sepatu pantalon kusamnya, Kerberus tidak pernah jauh dari Bos Besar.

Selagi membidik senapan gentelnya kepada salah satu piarannya, yang kekang mereka terikat di kaki meja, Bos Besar teringat akan makan siangnya setelah perutnya yang luas mulai berkeroncong. Mendengar gemuruh di perutnya membuatnya benar-benar ingin menarik pelatuk senapan kesayangannya. Dia terus merawatnya karena dia yakin kelak senapan itu pasti akan bermanfaat, tapi menembak salah satu piarannya hingga kepalanya pecah dan mengotori ruang makan adalah kekonyolan yang sia-sia.

Namun perut lapar kerap membuat Bos Besar tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Pada saat jari telunjuknya menyentuh pelatuk dan mulai menariknya dengan wajah membunuh yang serius, Kerberus menyadari itu sehingga mereka berloncatan kengerian meskipun kekang mereka yang tertambat di kaki meja, membatasi ruang gerak.

Pada saat itulah Lil Mama memasuki ruang makan, dengan membawa piring bertudung. Kerberus berurai air mata setelah tahu niat membunuh Bos Besar sirna, mengetahui hidangan makan siangnya yang terlambat akhirnya datang.

Lil Mama meletakkan piring itu dan membuka songkoknya. Aroma umami yang menyengat dari babi cincang dengan gulungan spaghetti dan rempah daun basil menguar ke hidung Bos Besar yang kembang kempis. “Ada sedikit masalah di dapur. Bukan sesuatu yang perlu diketahui.”

“Sudahlah,” kata Bos Besar, menggenggam garpu di tangan kanan dan sendok di tangan kiri. Di cekung sendok, Bos Besar menggulung-gulung sulur-sulur spaghetti yang berlumuran saus pesto, menancapkan potongan-potongan daging babi, dan membuka mulutnya selebar kepala bayi. Air liur menali dari celah bibirnya yang menganga dan gigi-giginya yang berantakan. Gulungan dan cincangan itu masuk. Bos Besar mengunyahnya dengan kecipak dan satu sulur menggantung di bibir, membandul mengikuti irama kunyahan, menerbitkan air liur Kerberus yang menonton.

Bos Besar mengacungkan garpunya kepada Lil Mama, dan berbicara dengan mulut masih berkecipak makanan, “aku tidak ingin itu terulang lagi!”

Lihat selengkapnya