Seketika mendengar suara auman itu Lil Mama tahu, dia sedang menghadapi makhluk yang lebih dari sekadar kucing-kucing. Aumannya menggema hingga ke sudut-sudut otaknya, merangsang glutamat untuk mengkonversi adrenalin pembantaian yang hampir mencapai puncaknya, menjadi kengerian tak terbayangkan. Dia melihat ke belakang, Minyak dan Media mengkeretkan tubuhnya.
“Cepat kalian cari Bos Besar!” kata Lil Mama kepada mereka.
Keduanya kemudian bergerak mundur dan berlari tidak lagi menggunakan lengan mereka seperti biasa. Semenjak pertempuran dengan kucing-kucing, Bos Besar menghilang entah ke mana. Lil Mama tidak ingin tubuh tuannya tercabik-cabik sebelum dia sendiri dapat menghadapi sesuatu di balik auman itu.
Tiga orang kokinya datang dengan berlari dari sudut koridor. Mereka berbagi anggukan bersiap mempertaruhkan nyawa untuk sesuatu di balik auman itu. Pisau-pisau chef siap siaga di genggaman mereka. Lil Mama melihat dua bilah pisaunya sendiri yang sudah berlumuran darah kucing-kucing. Apakah senjata-senjata yang biasa dipakai untuk memotong daging dingin di dapur ini sanggup menangkal yang sebentar lagi akan mereka hadapi? Keraguan membikin rasa ngeri semakin berkecamuk di dada.
Lil Mama teringat, Bos Besar menyimpan sepucuk senapan gentel. Sebagai sebuah geng mafia yang menguasai Jakarta Lama dan kota-kota satelitnya, mereka hampir tidak pernah menggunakan senjata api. Bos Besar tidak terlalu menyenangi kematian lekas yang dihasilkan dari senjata itu. Pembunuhan yang perlahan dan penderitaan yang panjang melebihi krisis adalah hiburan yang menyenangkan bagi geng mafia ini. Namun, untuk sesuatu yang sulit ditangani seperti sekarang ini, sepucuk senapan gentel itu sanggup menghamburkan isi perut dan mencecerkan otak. Saat menyaksikan lawan terburai, mungkin menjadi keindahan yang lain, yang belum pernah terbayangkan oleh mereka.
Lil Mama memerintahkan dua koki bawahannya untuk pergi ke kamar Bos Besar di puncak obelis, mencari senapan lantak tersebut. Sementara dia dan seorang koki lainnya menyusuri setiap ruang, mengendap-ngendap untuk mencari di mana sumber suara auman itu. Auman yang kedua kembali terdengar. Kali ini beserta jeritan penderitaan. Lil Mama mengenali suara itu, adalah milik dua orang kokinya.
Lil Mama kemudian berlari mengikuti arah datangnya suara. Mereka terlihat sedang bermain kucing-kucingan dengan harimau itu. Ketika Lil Mama dan seorang kokinya menemukan dua tubuh kokinya tercabik-cabik di antara hamparan bangkai kucing, suara yang lain kembali menyusul.
Kali ini milik para wanita yang berada di ruang interogasi. Lil Mama dan kokinya meyusuri koridor untuk kembali ke ruangan itu, dan di tengah jalan dia berhadapan dengan wanita-wanita yang berlari ke arahnya. Enam belas tawanan dan JKT13. Wanita-wanita dan gadis-gadis itu berlari melewatinya. Lil Mama heran, tidak ada satu pun dari mereka yang tersakiti. Beberapa gadis JKT13 berteriak-teriak dalam kengerian bahwa mereka mengundurkan diri dari geng mafia ini.
Begitu gerombolan wanita itu menghilang Lil Mama pun melihatnya, seekor kucing besar dengan belang-belang hitam di seluruh permukaan bulu putihnya, sepasang mata tajam yang tak kenal ampun, taring-taring tajam sewarna gading, cakar-cakar melengkung dengan ujung-ujung yang meruncing dan seorang wanita berdiri di sampingnya.
Melihatnya saja, sanggup menghempaskan tubuh Lil Mama dan seorang kokinya, hingga mundur ke belakang. Mata wanita dan kucing besar itu sanggup menghipnotisnya bahwa langkah apa pun akan sia-sia.
Seorang koki tersisa, yang berdiri di belakang Lil Mama menjadi kalap oleh rasa takutnya sendiri. Dia menyerbu harimau dan wanita itu dalam gerakan kalut mengundang maut. Lil Mama coba menghentikannya tapi telinga anak buahnya sudah tuli oleh rasa takut. Wanita berjubah ungu itu memberi kode kepada kucing besarnya sebagaimana seorang pelatih sirkus. Benggala melompat ke koki yang menyambutnya dengan kalap, menepis tangannya yang menggenggam pisau dengan cakarnya, dan menancapkan taring-taringnya di leher koki itu. Benggala mencabik leher lelaki malang itu, darah terpancar bersamaan dengan pekikan maut yang terputus-putus.