Perihal Ruh

Hizbul Ridho
Chapter #21

Pertarungan dan Kelahiran

Jak meminta kepada Ruh dan Ayu untuk keluar dari ruangan tersebut. 

“Aku tidak mengenalmu,” kata Teddi Beruang.

“Tentu saja kau tidak mengenalku,” kata Jak. “Tapi aku tahu kaulah yang telah membunuh guruku.”

“Bahkan aku tidak tahu siapa gurumu.”

“Pria tua yang terlihat seperti gelandangan. Kau pasti mengingatnya.”

Teddi Beruang terkenang masa-masa dia menjadi mesin pembunuh dan membantai seluruh berandalandan yang bukan berandalan di Bekasi Utara. Kenangan yang sesungguhnya menyakitkan untuk diingat Teddi Beruang. Selama ini dia sudah berusaha melupakannya dan hampir pulih darinya. Meskipun insiden pembantaian itu terkadang menjelma menjadi mimpi buruk yang menyesakkan dada. Tidak mudah untuk menjalani hidup di mana kau memiliki masa lalu yang kelam. Dia teringat seorang pria tua yang menjadi korbannya yang terakhir. Wajahnya yang membiru, matanya yang merah, dan ucapan terakhirnya. Mungkinkah pertemuan ini juga sudah ditakdirkan kepadanya sebagaimana dia ditakdirkan untuk menjaga Tulus Marsha?

“Itu sebuah kesalahpahaman,” kata Teddi Beruang.

Mereka dapat melihatnya, Jak sulit mengontrol gerak napasnya. Dadanya kembang kempis menahan amarah dan dendam. Ruh membimbing tangan Tulus Marsha untuk meninggalkan ruangan itu. Ayu mengikutinya.

“Aku tidak ingin kau mati,” kata Ayu kepada Jak. Lelaki itu terlalu fokus kepada Teddi Beruang. Mereka keluar melewati pintu kamar dan pintu pun tertutup dengan sendirinya, memberi ruang yang lebih intim kepada dua orang yang tak saling kenal itu.

“Anggaplah memang kau tidak sengaja membunuh guruku,” kata Jak. “Begitu pun yang akan terjadi padamu sesudah ini.”

Di Arena Tarung, Jak sudah kerap menghadapi lawan yang bobotnya dua kali lebih besar dari tubuhnya sendiri. Baginya, pertarungan bukanlah seberapa besar tubuhmu dan seberapa berat bobot pukulanmu. Pertarungan sesederhana memahami celah kelemahan musuh. Memandangi Teddi Beruang dengan tatapan sengit, Jak sama sekali tidak terintimidasi dengan perawakannya. Tidak seperti yang dilihatnya di dalam mimpi.

“Kau tidak usah khawatir dengan kedua rekanku,” kata Jak. “Mereka punya urusannya sendiri dengan gadis mungil itu. Urusanmu denganku.”

“Sungguh,” kata Teddi Beruang. “Aku tidak bisa melawanmu dengan tiadanya alasan untuk melindungi Tulus Marsha.”

“Kau tidak perlu alasan apapun. Cukup terima seranganku. Tangkis kalau kau mampu. Lawan kalau kau ingin.”

Di ruangan yang tak terlalu besar itu, Jak berusaha mencari posisi untuk menyerang tubuh besar yang menghabiskan seperempat dari ruangan itu. Keberadaan ranjang, lemari, bangku dan meja agaknya memperkecil ruang gerak mereka. Namun bagi Jak, kondisi semacam itu ideal belaka untuk melancarkan manuver serangan. Dengan tubuh yang besar dan ruangan yang sempit, musuhnya terbatasi ruang geraknya. Mau tidak mau Teddi Beruang juga harus melawan. Pria besar itu tidak memasang kuda-kuda apapun. Dia hanya memandangi Jak yang bergerak ke kiri dan ke kanan seperti mencari celah dari tubuhnya.

Dalam kelebatan, Jak maju, wajah mereka bertemu dalam jarak sekepalan. Pertarungan mata yang berniat merusak mental lawan sebelum terjadinya kontak fisik. Jak kembali mundur ke posisinya semula, meskipun Teddi Beruang tidak melakukan kuda-kuda pertahanan jenis apapun. Keputusan Jak untuk tidak mendaratkan pukulan di tubuhnya agaknya mengagetkan Teddi Beruang. Di lain pihak, Jak tidak terbiasa untuk menyerang musuh yang tidak sedang menyerangnya. Momentum serangan, baginya adalah saat celah pertahanan terbuka lebar bersamaan serangan musuh. Selain itu, dampak serangan dari momentum itu bisa berkali-kali lipat. Namun tubuh besar itu tetap membatu.

Jak memutuskan harus keluar dari zona nyaman mode bertarungnya. Mau tidak mau dia melancarkan serangan terlebih dahulu, meskipun musuh tidak bertahan ataupun membalas. Lelaki itu berniat untuk penyelesaian yang lekas. Dia mengincar titik di pangkal paha sebelah kiri, untuk melumpuhkan kuda-kuda. Titik di belakang belikat kanan untuk melumpuhkan serangan balik. Titik di bawah dagu untuk menggoncang keseimbangan.

Lihat selengkapnya