Perikardia

Mizan Publishing
Chapter #1

Goblet of Undian

BRAKK!!

Terlihat seorang pria berkacamata dibopong tiga orang laki-laki masuk ke dalam IGD. Saya berdiri menyambutnya untuk mengarahkan ke bed triage.

“Masnya kenapa?” tanya saya ke salah seorang yang membopong sambil pegang nadi di leher pasien itu.

“Kami lagi kumpul keluarga, Dok. Dia lagi main game di ponselnya, tiba-tiba dia merasa kesakitan di bagian dada, sampai sulit bicara. Tangan kirinya juga sakit, sampai susah digerakkan. Kami bawa ke sini, terus tadi di mobil pas udah mau sampai sini dia enggak sadar.” Tidak ada nadi yang teraba. Saya langsung berteriak sekencang-kencangnya, “Kode biru1!”

1. Kode yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan adanya situasi darurat lainnya yang menyangkut nyawa pasien.

Saya menarik brankar triage sendirian untuk memindah kannya ke Ruang Resusitasi. Empat perawat yang sedang memegang pasien lain pun langsung berlarian menuju Ruang Resus untuk menyambut saya. Agus dan Dwi langsung memasang stretcher2 di bawah tubuh pasien, lalu memegang ujung-ujungnya.

“Pindah bed! Hitungan ketiga, satu, dua, TIGA!” Tubuh pasien pun terangkat dan berpindah dengan mudahnya.

Saya menaikkan kedua lutut saya ke atas tempat tidur, mengunci kedua tangan, lalu mulai menekan tulang dadanya dengan kekuatan yang cukup dan kecepatan tinggi yang berirama sambil memberikan komando, “Dwi, lepas kacamata pasien, pasang monitor dan siapkan defib3!” “Agus, ambil laringoskop sm ETT4 nomor 7 terus baging!” “Siti, siapkan obat di troli emergency, terus lo pasang iv line5.” “Rini, lo tanya keluarganya berapa berat badan pasien dan ada riwayat sakit apa sebelumnya.” “Oke, Dok!” mereka langsung mengerjakannya. “Dok, monitor terpasang!” ucap Dwi cepat.

Saya menghentikan kompresi seketika dan menatap layar monitor. Tidak ada suara sama sekali dan tampak gelombang seperti puluhan huruf W berjajar berlarian dengan cepatnya.

2. Alat yang digunakan untuk membawa dan memindahkan pasien yang tidak dapat berjalan atau kesulitan berjalan.

3. Singkatan dari defibrilator, alat yang digunakan untuk mengeluarkan aliran listrik dalam waktu singkat untuk mengembalikan detak jantung saat terjadi serangan jantung pada seseorang.

4. Endotracheal tube (ETT), sejenis alat yang digunakan di dunia medis untuk menjamin saluran napas tetap bebas.

5. IV atau intravena adalah metode pemberian obat melalui pemasangan infus langsung ke pembuluh darah vena.

“V-tach6! Dwi, lanjutkan kompresi! Ini butuh defib.” Saya turun dari tempat tidur, menyalakan mesin, menyetel listrik 200 joule, ambil pedal, minta jelly ke pedal, saya gosokkan kedua pedal tersebut sambil memberi instruksi.

“Stop kompresi, stop ventilasi, semua lepas tangan!” Semua tangan menjauh dari tubuh pasien. Saya tempel pedal pertama di dada kiri bawah dan pedal kedua di dada kanan atas, lalu menekan tombol charging pengisi daya listriknya.

“I’m clear, everybody clear?!” mata saya memandang ujung kepala dan ujung kaki pasien, memastikan tidak ada yang menyentuhnya. “Clear!” seluruh perawat saya berteriak. “Shock!!” aliran listrik dari kedua pedal menghentak tubuhnya. “Lanjutkan kompresi 30-2, lima siklus. Agus jangan melamun! Siti iv line oke?” Keduanya menjawab berbarengan “Oke, Dok!”

Dwi naik ke tempat tidur untuk melakukan kompresi sambil menghitung dengan suara lantang, “Satu, dua, tiga, empat ...”

Saat hitungan ke-30, Agus memompa oksigen ke paruparunya dua kali. Rini lalu menghampiri, “Dok, kata keluarga beratnya 100 kilo, perokok berat, ibunya riwayat diabetes, ayahnya hipertensi, kakeknya meninggal karena serangan jantung, pasien belum pernah periksa diri selama ini. Tanggal lahirnya sama kayak Dokter, 31 Agustus pada tahun yang sama juga.” Sekarang saya yang sedikit syok.

“Stop, saya baca irama,” ucap saya. Sekarang tampak jelas gelombangnya seperti mi keriting yang berlari tidak beraturan di monitor.

6. Singkatan dari ventricular tachycardia (VT) atau takikardia ventrikel adalah kondisi serius pada jantung, ketika iramanya begitu cepat sehingga tidak lagi mampu berdenyut melainkan hanya bisa bergetar, tidak mampu lagi memompa darah.

“V-fib7! Lanjutkan kompresi,” saya mengambil lagi pedal defibrilator dan memberi lagi listrik 200 joule. “Stop kompresi, stop ventilasi, semua lepas tangan!” Everybody clear! Charge!!” Tubuh pasien kembali terhentak.

“Lanjutkan kompresi, Agus ganti Dwi, Siti masukkan epinefrin8 satu ampul, saya coba intubasi.”

Saya ambil laringoskop dengan tangan kiri saya, memasukannya di antara gigi atas dan bawah, menyingkirkan lidahnya saat pita suaranya terlihat, dengan secepat yang saya bisa. Tangan kanan saya memasukkan endotracheal tube9 ke bronkusnya, saat berhasil masuk, saya lepas laringoskopnya dan memasang pompa ventilasi ke pangkal tube lalu saya serahkan ke Dwi untuk ventilasi pasien. Agus terus hitung kompresinya sampai lima siklus. “Siti, siapkan amiodaron10 300 mg!” “Stop kompresi, Gus!” Agus berhenti dengan keringat bercucuran. Saya kembali menatap monitor lalu membaca irama. Di monitor sekarang tampak gelombang yang sangat saya damba-dambakan.

“Irama sinus!” Saya cek nadi, “Teraba!!” dan tiba-tiba monitor mengeluarkan bunyi yang sungguh sangat merdu.

“Niit ... niit ... niit. .. niit ...”

“Alhamdulillah ...” Dwi menghela napas kencang sambil memegang kedua lututnya. Siti sama Rini rangkulan berdua sambil melihat ke arah monitor.

7. Gangguan pada irama jantung yang disebabkan oleh gangguan aliran listrik jantung, bilik jantung yang seharusnya berdenyut, menjadi hanya bergetar. 

8. Obat yang berisi adrenalin yang digunakan untuk merangsang denyut jantung.

9. Alat yang digunakan di dunia medis untuk menjamin saluran napas tetap bebas.

10. Obat yang bermanfaat mengatasi irama jantung yang tidak teratur.

“Belum selesai!” saya mengingatkan.

“Agus, tetap kasih napas setiap enam detik sekali.”

“Rini, kamu cek saturasi oksigennya.” “Siti, pasang EKG11 12 lead.” “Dwi, cek tensi dan suhu.”

Saya harus tahu apa penyebab jantungnya tadi berhenti.

Apakah sesuai dengan gejala yang diceritakan saudaranya atau tidak.

Di kepala saya langsung tersusun 10 kemungkinan penyebab jantung berhenti. Lalu, satu per satu saya singkirkan yang sangat tidak mungkin. Hipovolemia12? Bukan. Enggak ada tanda-tanda pendarahan. Hipotermia13? Bukan. Dia datang dari suhu ruangan. Hipoksia14? Bukan. Bibirnya tidak membiru.

“Saturasi O2, 97%, Dok,” kata Rini.

“Tensi 100/60, suhu 37 C, Dok,” kata Dwi. Lalu, Siti memberikan selembar kertas print EKG ke saya. Saya angkat kertas itu lalu saya baca, tampak jelas segmen S dan T meningkat di beberapa lead dan beberapa V.

“Ini serangan jantung koroner ...”

Saya terdiam sejenak. Seusia saya, serangan jantung. Ini dua rangkaian kata yang sebelumnya tampak mustahil menjadi satu. Dia menjadi pasien jantung koroner termuda yang pernah saya tangani dan saya benar-benar ingin pasien ini sembuh. Saya lanjutkan ke penanganan serangan jantung lebih

11. Singkatan dari elektrokardiogram, grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu.

12. Kondisi kekurangan volume cairan tubuh.

13. Keadaan suhu tubuh yang turun hingga di bawah 35°C.

14. Keadaan kekurangan oksigen dalam jaringan tubuh, dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem jantung, pembuluh darah, dan sistem pernapasan. lanjut. Tes enzim jantung, tes darah komplet, dan persiapan untuk tindakan PCI15 secepat mungkin, dan akhirnya berhasil dilakukan dalam golden period16.

Saya pulang dengan perasaan lega, dan tiba-tiba muncul perasaan senang yang baru karena tersadar bahwa sekarang ada yang menunggu saya pulang ke rumah. Istri saya, Syafira.

***

Lihat selengkapnya