Setelah menikah, saya dan Fira bolak-balik Surabaya-Jakarta. Perjalanan itu dirasa terlalu melelahkan sehingga kami memutuskan untuk pindah dan tinggal di Jakarta saja. Keputusan itu tentu tak mudah sebab sudah lebih dari dua dekade Fira tinggal di Surabaya; menghabiskan masa kecil, bersekolah, hingga akhirnya bekerja.
Kala itu, Fira sudah beberapa tahun bekerja di salah satu bank di Surabaya. Dia bahkan telah menjadi andalan atasannya selama bekerja. Fira sudah sangat kerasan, baik kepada atasan maupun rekan-rekan kerjanya, sehingga sulit baginya berpisah dari mereka semua. Rekan kerja Fira bahkan mempersiapkan pesta perpisahan yang manis dan mengharukan.
Saya menemani Fira untuk berpamitan. Setelah bertegur sapa dengan beberapa rekan kerjanya, Fira meminta saya
menemaninya berpamitan secara langsung kepada Pak Cahyadi, atasannya di lantai dua. Tok … tok … tok ... Fira mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Fira, ayo masuk! Sama Gia, ya?” Pak Cahyadi menjabat tangan saya hangat.
“Betul, Pak Cahyadi. Sekalinya kita ketemu ternyata untuk perpisahan. Mohon maaf sebesar-besarnya, Pak,” ucap saya.
“Tidak apa-apa, semoga nanti kita bisa bertemu kembali,” balasnya dengan senyuman. “Silakan duduk, Fira dan Gia.”
Kami pun duduk di hadapan Pak Cahyadi. “Kami datang kemari untuk berpamitan, Pak Cahyadi,” ungkap Fira lalu melirik saya.
“Betul, Pak. Fira dan saya memohon maaf jika selama Fira bekerja banyak merepotkan Bapak dan rekan-rekan yang lain,” ujar saya menimpali.
“Oh ... tidak, kok. Fira ini salah satu karyawan terbaik yang pernah saya punya, makanya lebih banyak sedihnya kehilangan Fira ini. Tapi, ya mau bagaimana, kalian pasti sudah memikirkan ini matang-matang. Saya pasti dukung,” ucap Pak Cahyadi sembari memberikan jempolnya.
“Terima kasih banyak atas bimbingannya selama ini, Pak,” sahut saya kemudian.
“Sama-sama. Fira dan Gia semoga selalu bisa mencari jalan keluar dalam setiap masalah keluarga nantinya, saya ucapkan selamat.” Setelah mendengar itu, saya merasa membutuhkan wejangan lebih dari beliau, mengingat beliau sudah berumur panjang dalam pernikahan.
“Oh iya, Pak. Kami pengantin baru, tentu butuh wejangan dari Pak Cahyadi. Semacam tips dalam rumah tangga,” ucap saya malu-malu.
“Saya sudah 25 tahun menikah. Cinta dalam bentuk kata benda hanya berlaku tiga bulan. Senyum, bahagia, dan canda lebih banyak terjadi di tiga bulan pertama itu. Setelah periode itu, cinta akan berubah menjadi kata kerja. Nah, di sini kalian akan diuji untuk terus berusaha saling mencinta. Tentu saja cinta dari dua sisi, dari sisi Fira maupun Gia.”
Saya takjub mendengar wejangan dari Pak Cahyadi.
“Salah satu cara yang saya lakukan adalah dengan pergi berdua, karena ketika pergi berdua, kalian akan saling bergantung satu sama lain. Dipaksa untuk saling membantu dan bekerja sama. Apalagi kalau jalan-jalan ke luar negeri, akan ada perasaan asing pada yang lain selain pasangan,” lanjut Pak Cahyadi.
Fira malah jadi melirik saya seolah berkata, Mau ajak aku jalan-jalan ke mana, nih? Sebelum benar-benar pamit, “Minta doanya untuk kami, Pak Cahyadi,” ucap saya.
“Pasti ... pasti saya akan mendoakan kebaikan untuk kalian,” ujarnya.
Kami pun meninggalkan ruangan Pak Cahyadi dengan langkah yakin. Sesampainya di lantai bawah, ada kejutan dari rekan-rekan kerja Fira. Semacam farewell party, yang benarbenar niat sekali dan direncanakan dengan sangat matang.
Pak Cahyadi ternyata mengikuti dari belakang. Tidak disangka, di farewell party itu kami didudukkan di sebuah kursi. Kami disambut tepuk tangan, diselamati, dan dipertontonkan video kompilasi foto Fira selama bekerja di sana.
“Saya tidak akan pernah lupa, dari mulai hari perdana Fira bekerja di sini, sampai detik di hari terakhirnya berada di sini. Semoga di mana pun Fira berada, lindungan Tuhan selalu menyertai, dan tentunya untuk Gia, jaga baik-baik teman, sahabat, dan rekan kerja kami yang sangat kami cintai ini.”
Kemudian semua teman perempuan Fira berhamburan memeluk Fira dan menangis bersama.
“Akan ada masa-masa ketika kami akan merindukanmu, Fir,” kata salah seorang teman Fira. Suasana haru itu berlangsung cukup lama. Saat itu pun saya kembali mengingat Garut pada hari perdana saya mulai koas di sana.
***
“With the lights out, it’s less dangerous!
Here we are now, entertain us!