PERJALANAN 3 SAYAP DI EROPA

ANDI RIRIN NOVIARTI
Chapter #3

Perjuangan mendapatkan Innsbruck Permit

"Hallo..guten morgen ( Selamat pagi). Sesaat setelah pintu kamar appartemenku ku buka. Rupanya seorang tetanggaku bernama Iris. Dia berasal dari Spanyol. tetangga kamarku yang manis dan paling perhatian padaku. Sekalipun agama kami berbeda, dia tidak pernah mempermasalahkan itu. Ia sangat bersikap toleransi kepada siapa saja. Kami bahkan sering bertukar makanan kesukaan dari negara kami masing-masing. Dengan senyuman halus dan sebuah bunga di tangannya. Ia pun memelukku erat. Ia pun menjelaskan maksud kedatangannya. Rupanya ia baru saja mendengar kabarku pasca operasi kurektase dari teman-teman tetangga lain. Matanya berkaca-kaca sambil memelukku lagi.

“You are so strong, good wife..really,” katanya lagi sambil memandangiku sambil memelukku. Seakan memberiku semangat untuk kuat. Dia kemudian meminta izin untuk melihat Al di ranjang kecilnya. Ia sangat takjub. "Aha.. He growh fast now, oh so cute," katanya lagi sambil mencoba mengendong Al. Sesaat kemudian telpon kamar berdering ada surat yang datang. Irina mencoba membantu mengambilnya. Kemudian ke lantai bawah menerimanya dan membacakan surat itu untukku. Sesaat itu membuatku kaget. Kesimpulan surat itu menyatakan bahwa izin tinggalku hampir habis, sehingga aku harus di wajibkan lagi ikut kelas selanjutnya guna meningkatkan kemampuan bahasaku. Ternyata sertifikat A2.1 kemarin belum cukup itu hanya berlaku setahun, karena ini adalah tahun ke dua aku di Innsbruck sehingga diharuskan memiliki kemampuan bahasa jerman yang lebih baik. Sertifikatku harus diupgrade lagi untuk mendapatkan izin tinggalku di Innsbruck. Dengan kata lain aku harus bisa ikut kelas lagi sekalipun kelihatan mustahil sebab sudah ada AL yang butuh perhatianku sebagai seorang Ibu. Apalagi aku baru saja keluar dari rumah sakit, akibat operasi kurek dua bulan lalu. Rasanya mustahil. November, yang dingin ini membuat betul hatiku dingin tidak karuan. Iris mencoba memberikan solusinya, untuk menunda kelasku dan melapor ke imigrasi dan menjelaskan semuanya. Aku mengangguk. Ia pun memelukku kembali dan pamit kembali ke kamarnya.

Sepulang kantor, aku mendiskusikan hal ini dengan suamiku, Zein. Kami pun akhirnya pagi-pagi sekali berangkat ke kantor imigrasi meminta perpanjangan izin tinggal. Untung saja pihak imigrasi mau mengerti keadaan kami. Memberiku kelapangan waktu belajar bahasa inggris hingga akhir bulan depan. Aku sedikit lega. Kami pulang dengan secercah senyum harapan baru. Bersama Al ghani yang asik tertidur di strollernya sedari tadi. Aku tahu Allah selalu membantu kami disetiap langkah Alhamdulillah.

Malam bertamu. Cuaca malam semakin dingin. Aku memasak sup kentang dan memangang pizza. Lalu asik menyuapi Alghani supnya suap demi suap. Mataku tertuju pada Ayahnya Al yang lagi sibuk mengurusi email di Laptopnya. Sesaat kemudian datang memelukku.

"Yeah...yeah...Paperku diterima sayang. Mmuach."Dia melayangkan ciumannya bertubi-tubi dipipiku dan bergantian dengan si baby kecil kami.. Rupanya Al turut merasakan kebahagian Ayahnya. Ia cekikikan sedari tadi. Melototi ayahnya yang sibuk berterima kasih dengan cium dan pelukannya.

“Tunggu...wah, konfrensinya di adakan di bulan februari, mau tidak mau adik harus bisa naik kelas bahasa jerman nih. Buat dapat izin tinggal yang lebih sehingga adik bisa ikut kemana saja saya pergi,” kata Kak Zein menatapku dengan harapan. Aku sedikit kikuk. Melempar pandanganku ke langit tak berbintang dan pemandangan langit yang penuh cahaya dari lampu-lampu warga di sekitarnya. Nampak bayangan salju beterbangan di bawah lampu-lampu jalan itu. Bak kristal-kristal putih yang jatuh bersama semua kegundahanku saat itu.

Aku memang sedikit khawatir. Izin tinggalku hanya sampai Desember. Sementara setiap memperpanjangnya di butuhkan sertifikat bahasa jerman yang upgrade menunjukkan kemampuan bahasaku sudah meningkat. Dengan kata lain aku harus bisa lulus A2. 3. dan itu seperti mustahil. Bagaimana harus aku belajar lagi sedang kondisiku seperti ini. Terbatas waktu untuk ikut kelas lagi. Teringat tahun lalu saat hamil anakku aku juga harus sekolah untuk mendapatkan sertifikat kelulusan bahasa jerman di A2.2-ku. Aku pikir semua perjuangan itu telah usai. Siapa sangka aku harus melanjutkan kelas lagi selesai melahirkan Al. Hingga kini pun masih sekolah dalam sibuk-sibuknya merawat dan membesarkan Alku demi sebuah visa. Hidup dirantau memang butuh perjuangan keras. Bisikku dalam hati. Air mataku berusaha kutahan. Namun tetap saja bulirnya tersisa. Aku berdoa dalam hati agar Allah memberiku kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi setiap perjuangan ini. Aamiin.

Lihat selengkapnya