Perjalanan Cahaya

Kim Hakimi
Chapter #2

Chapter #2

Jika kebanyakan bos usaha rintisan digital adalah anak muda yang berpenampilan bersahaja ala Mark Zuckerberg dan memiliki visi serta gagasan yang nyleneh seperti Steve Jobs, bos mereka bertiga yang bernama Pak Jayadi lain lagi ceritanya. Dia adalah pria berusia 57 tahun yang berpenampilan kuno—coba kalian bayangkan rambut klimis dengan belahan pinggir, kemeja polos yang dimasukkan, sabuk hitam yang kepalanya blink-blink, celana bahan warna gelap, dan sepatu kulit lengkap dengan kaos kaki putih panjangnya—dan wajahnya selalu tertutup asap. Sering Pak Jayadi pura-pura mencolokkan rokok, sendok, dan sedotan ke dalam matanya sambil berteriak kesakitan yang malah terdengar seperti cicak sedang kawin.

“Aduh mataku kesundut udud. Cia,cia,cia.”

Terkadang Pak Jayadi menggunakan trik lain seperti pura-pura terjatuh dari kursinya dan berdiri dengan memamerkan ekspresi kebingungan. Sungguh Srimulat sekali bukan? Dan ketika beliau sedang kambuh Srimulat-nya, semua orang harus memperhatikan dengan saksama. Ingin tertawa tetapi tidak terpikat, tidak tertawa dikira tidak hormat. Pak Jayadi bagi mereka adalah sosok pemimpin otoriter ala Nazi dalam balutan komedi.

Di antara semua karyawan—bahkan termasuk yang senior—hanya Nursal seorang yang paling paham bagaimana cara menyenangkan orang nomor satu itu. Masih menjadi misteri kenapa Nursal bisa sedekat itu dengannya. Dia sendiri mengenal Pak Jayadi dari dosen pembimbing skripsinya. Suatu ketika Nursal melakukan bimbingan skripsi di angkringan kondang yang bersebelahan dengan stasiun Tugu pada pukul satu pagi. Setelah menunggu sepeminuman teh, dosennya tiba dengan seorang kolega. Teman semasa kuliah yang sekarang sedang merintis usaha, begitu kata dosennya. Dasar jodoh tidak akan pergi ke mana. Belum pula Nursal menuntaskan tugas akhirnya, Pak Jayadi sudah memboyongnya untuk membantu di bagian HRD. Setelah setahun dan jumlah karyawan meningkat ditambahlah satu orang lagi untuk membantu tugas Nursal. Sejak hari itu dia resmi menyandang jabatan sebagai Manajer HRD.

“Nursal, belikan rokok!”

“Kunci mobilku tadi di mana ya?”

“Besok kamu suruh anak-anak lembur yah! Aku sedang malas pulang ke rumah. Istri lagi rewel.”

Itulah beberapa tugas pokoknya sebagai Manajer HRD selain tugas sampingan seperti mencari karyawan baru, menghitung gaji, membuat kontrak kerja, dan lain sebagainya.

Hari ini Pak Jayadi mengumpulkan seluruh karyawannya di ruang meeting. Ada sesuatu yang sepertinya penting untuk diumumkan. Nursal menyerahkan sebuah map kepada bosnya. Isinya hanya selembar kertas berkop resmi perusahaan.

“Kukira tadi isinya teks pancasila,” ejek Ray menoleh kepada Damar sambil terkekeh. Bagi Damar itu tidak lucu.

Lihat selengkapnya