Perjalanan Cinta

Haida Lee
Chapter #1

Perjalanan Cinta #1


“Tubuhnya untuk mereka, cintanya hanya untuk suami. Tapi… sampai kapan?”

HAIDA LEE

Udara segar pagi hari menyeruak masuk kedalam kamar saat seorang pria membuka jendela. Dia menarik nafas dalam-dalam, berusaha menikmati kesegaran udara pagi itu. Sorot matanya memandang jauh kearah hutan meranti yang jaraknya tidak begitu jauh dari penginapan.

Tempat yang indah dan alami, tidak ada hiruk pikuk manusia yang sibuk dengan mobil dan motor. Tidak ada bangunan tinggi yang menghalangi sinar matahari pagi. Sayang ... aku kesini karena pekerjaan ... andai saja aku bisa lebih lama disini, pria itu bergumam sendiri.

"Steven ... sekarang jam berapa?"

Seorang wanita cantik yang tadi tergeletak dikasur, rupanya sudah bangun dari tidurnya. Dia berjalan menghampiri pria yang dia panggil 'Steven'.

"Masih pagi Haida. Matahari juga baru muncul. Kalau kamu masih capek, lanjutkan saja tidurmu. Simpan tenagamu untuk perjalanan kita nanti."

Wanita cantik itu memeluk pinggang pria tadi dari belakang. Kepalanya disandarkan di punggung Steven dengan manja. Merasakan kehangatan tubuh Steven dari dinginnya udara di pinggir hutan ini. Udara dingin yang langsung menusuk pori-pori tubuhnya. Baju tidur tipis yang menampakkan lekuk tubuh indahnya, tidak mampu melindungi dirinya dari tusukan udara dingin. Wanita itu tetap memeluk pinggang Steven dengan erat, seolah mencari kehangatan disana.

"Disini dingin sekali Steven. Aku takut kalau tidur lagi nanti malas bangun dan kamu harus menunggu aku untuk persiapan berangkat perjalanan nanti."

"Hahahahaha .... kamu kedinginan atau tubuhmu ingin dihangatkan, Haida?"

Haida mencubit pinggang Steven, dia suka cara Steven memancing dirinya untuk berterus terang. Walau kadang kala dia malu saat Steven tahu keinginannya.

"Kalau aku ingin dihangatkan, kamu masih sanggup, suamiku?" Pelukan Haida semakin erat. Membuat suasana romantis di dalam kamar itu bertambah kental.

Steven mengangkat kedua tangannya sambil tertawa. "Hahahahahaha ... aku menyerah Haida ... aku menyerah ... kamu luar biasa istriku. Padahal tadi malam aku lihat kamu orgasme berkali-kali."

Mereka berdua bukan pengantin baru, tapi suasana dalam kamar penginapan penuh dengan aura romantis dan cinta kasih. Tatapan mata dan pelukan mesra mereka berdua menunjukkan pasangan yang saling mencintai.

"Eeehmmm ... padahal aku masih menginginkanya, suamiku. Tempat ini membuat aku sangat bergairah, tempat yang sangat romantis."

"Sabar Haida ... akan aku berikan waktu untukmu bersenang-senang. Kamu nanti bebas meluapkan gairahmu." Telapak tangan Steven mengusap rambut Haida dengan lembut, bibirnya mengecup rambut Haida.

Haida Lee dan Steven Lee adalah sepasang suami istri yang hampir enam tahun menjalin pernikahan. Haida seorang ibu rumah tangga yang sedang membangun bisnis klinik kecantikan di Singapura. Seorang wanita dengan dengan penampilan feminim,cantik dan anggun. Dengan tinggi hanya 160cm, tidak tinggi, justru sangat mungil. Dengan tubuh yang proporsional, payudara dengan ukuran medium tapi kencang dan bulat ... tubuh ideal yang sering didambakan kaum pria.

Sedangkan Steven Lee, pria dengan tubuh atletis dan berwajah tampan, walau matanya sedikit sipit. Seorang wakil direktur di perusahaan pengadaan barang tambang berskala internasional yang berkantor di Singapura. Seorang pria yang sangat mapan dan berpenampilan menarik.

Steven sudah terbiasa untuk melakukan perjalan bisnis karena tugas dari perusahaannya. Dia menjadi orang kepercayaan perusahaan dan dia juga menjadi penentu kebijakan yang akan dilakukan perusahaannya. Dia bukan pemilik perusahaan itu, tapi dia yang tahu seluk beluk tentang marketing dan pengadaan barang tambang.

Saat ini dia mendapat tanggung jawab untuk mengawasi proyek pertambangan yang akan di buka di Kalimantan. Beberapa minggu ini dia mondar-mandir Jakarta-Singapura-Kalimantan, untuk mengurus perijinannya. Sekarang waktunya dia harus mengawasi proyeknya secara langsung. Proyek pertambangan yang membutuhkan modal besar ini dipercayakan kepadanya. Dia harus hati-hati dalam mengelolanya, dia tidak berani untuk meminta wakilnya untuk ikut terlibat, sangat beresiko untuk karirnya.

Banyak yang harus dilakukan Steven untuk membangun tbang batubara di Kalimantan ini, dari perijinan tambang yang dia harus melakukannya sendiri, hingga saat ini dia harus survei lokasi tambang batubara. Dia sendiri yang harus memastikan lokasi pertambangan agar bisa diperhitungakan besaran budget yang diperlukan dalam membangun infrastruktur pertambangan.

Kali ini dua membawa istrinya, Haida Lee kedalam perjalanan survei. Ada rencana lain dengan mengajak istrinya kedalam perjalanan kali ini. Bukan sekedar perjalanan survei, tapi ada fantasi sexual dialam liar yang ingin dia wujudkan bersama Haida.

Steven sudah mempersiapkan semuanya, akomodasi dan mobil sewaan sudah dia dapatkan. Termasuk pengawal sekaligus penunjuk jalan ke lokasi tambang dia mencari sendiri warga lokal yang bersedia di pakai jasanya.

Perlu waktu agak lama dia mendapatkan tiga penunjuk jalan itu. Karena tiga orang pria lokal ini bukan hanya sekedar bekerja sebagai penunjuk jalan, dia harus tahu kepribadian dan kesehatan tiga pria tersebut. Mereka membuat janji untuk bertemu di sebuah desa, dari sana nanti perjalanan ke lokasi tambang akan di mulai.

                     ☆ PERJALANAN ☆

Mobil SUV yang mereka tumpangi melaju pelan di jalan tanah berdebu, dikelilingi hijaunya hutan tropis Indonesia. Jendela dibiarkan sedikit terbuka, angin lembap membawa aroma tanah basah dan suara serangga malam yang mulai bangkit.

Haida Lee duduk di kursi penumpang depan, tubuh rampingnya terbalut dress tipis warna krem yang melekat pada kulit karena keringat. Rambut hitam panjangnya sesekali beterbangan tertiup angin.

Matanya menatap keluar, kagum sekaligus gugup.

“Pemandangannya liar sekali,” gumamnya lirih.

Steven, suaminya, pria tinggi dengan rahang tegas dan tubuh atletis, menoleh sambil tersenyum.

“Liar, indah… dan berbahaya. Tapi nanti kamu akan suka. Kau tahu, Haida… perjalanan ini mungkin jadi sesuatu yang tak terlupakan bagi kita.”

Haida mengernyitkan dahi, “Tak terlupakan? ... Ini kan hanya survei untuk perusahaanmu.”

Steven menatapnya dalam-dalam, lalu menepuk lutut istrinya.

“Kau akan lihat dan menikmatinya sendiri nanti.”

Tak lama, mereka berhenti di sebuah desa kecil untuk meminta bantuan penduduk setempat untuk menunjukkan rumah dari tiga orang yang Steven cari. Tidak perlu waktu lama, bukan Steven yang mencari lokasi rumah tiga pria itu, justru tiga pria yang mendatangi lokasi mobil Steven. Membuat Steven kagum dengan warga desa yang dia mintai pertolongan tadi.

Tiga pria tadi mendekati Steven dan Haida, mereka mengulurkan tangan menyalami. Steven sudah berkomunikasi melalui chat Whatsapp dan telepon, dia sudah tahu profil dan sosok tiga orang itu, walau belum pernah bertatap muka.

Yang pertama, Komar—pria kekar berkulit sawo matang, bahunya lebar, senyum ramah namun matanya menyimpan sesuatu yang sulit diartikan. “Selamat datang. Aku Komar. Aku akan selalu siap menerima perintahmu, Steven.”

Syaiful, lebih ramping tapi penuh karisma, dengan senyum nakal di bibirnya. “Aku Syaiful. Jalan ke hutan itu berbahaya, tapi jangan khawatir, kami bisa menemani.”

Yang terakhir, Anto. Lebih pendiam, tenangnya misterius, namun tatapan matanya tajam, seolah bisa menembus isi kepala siapa pun. “Hanya ada satu aturan di sini,” katanya singkat. “Ikuti petunjuk dari kami, jangan melawan alam.”

Steven menyambut uluran tangan mereka dengan mantap.

“Bagus. Kalian ikut bersama kami. Aku ingin istriku merasa aman di perjalanan.”

Mata ketiga pria itu serentak menoleh ke arah Haida. Senyum mereka berbeda-beda—hangat, nakal, dan penuh rahasia. Haida merasa jantungnya berdebar lebih cepat.

Ia menarik napas, mencoba menutupi kegugupan dengan senyum tipis.

“Terima kasih… aku Haida.”

Komar menatapnya lebih lama sebelum naik ke kursi belakang. “Nama yang cantik, untuk wanita yang lebih cantik lagi.”

Haida cepat-cepat mengalihkan pandangan, sementara Steven hanya tersenyum tipis, seolah sengaja membiarkan atmosfer itu menggantung.

Mobil kembali melaju, kini dengan lima orang di dalamnya. Tawa Syaiful yang renyah memenuhi kabin, Komar duduk dengan santai memperlihatkan ototnya yang kekar, sementara Anto hanya menatap keluar jendela sambil sesekali melirik ke arah Haida.

Haida menggenggam erat tangannya di pangkuan, berusaha mengendalikan debaran aneh di dadanya. Steven memperhatikan dari sudut mata, senyumnya semakin misterius.

                        ☆ Pantai Senja

Matahari perlahan merunduk, memercikkan warna oranye keemasan di cakrawala. Mobil berhenti di tepi pantai terpencil untuk beristirahat,perjalanan masih panjang. Ombak bergulung lembut, sementara burung camar melintas rendah. Udara terasa asin dan hangat.

Komar turun lebih dulu, membuka pintu untuk Haida. “Tempat ini indah, bukan? Tidak semua orang bisa sampai ke sini.”

Haida melangkah keluar, jemari halusnya menahan helai rambut yang tertiup angin. “Indah sekali…” bisiknya.

Matanya menyapu pemandangan sore hari ini. Pemandangan pantai yang masih perawan, belum ada yang pernah menyentuh lokasi ini untuk rekreasi. Terlihat tidak ada fasilitas umum yang dibangun disitu, masih alami dan bersih.

Lihat selengkapnya