Perjalanan Cinta

Haida Lee
Chapter #3

Perjalanan Cinta #3

☆ LOVE AND POWER ☆

Jalan yang bergelombang, membuat mobil terayun ke kiri dan ke kanan. Tubuh Haida Lee yang meringkuk ketakutan di bangku belakang ikut terbawa oleh goyangan mobil. Suasana yang menakutkan dirinya, yang membuat tubuhnya gemetar.

Pertama kali dalam hidupnya, dia berada dalam situasi yang mencekam dan penuh kekerasan. Melihat Steven Dan Komar yang terluka saja sudah membawa trauma untuk dirinya. Apalagi saat ini, dia hanya berdua dengan orang asing yang bisa saja melukai dirinya atau membunuh dirinya.

Hanya aku yang bisa menolong mereka, itu kata Komar, tapi dengan cara apa? .... otak Haida di peras untuk berpikir. Dia berdiskusi dengan dirinya sendiri. aku tidak punya kemampuan bertarung, aku tidak mempunyai kemampuan berkelahi. Ini bukan scene film action. Seorang wanita bisa mengalahkan banyak pria.

Haida akhirnya mengambil kesimpulan, Komar menyuruh dia negosiasi dengan tubuhnya. Komar pasti berharap, kecantikan dan kemolekan tubuh Haida bisa meluluhkan keberingasan para perampok. Haida memutuskan untuk bisa bertemu dengan pemimpin para kriminal itu.

Supri, salah seorang dari perampok itu. Membawa mobil SUV milik rombongan Steven. Dia membawa mobil ke sebuah jalan setapak yang banyak di tumbuhi semak tinggi. Mobil berhenti diantara semak, tidak kelihatan walaupun dari drone sekalipun. Dia terlihat sangat terampil dan ahli dalam bidangnya.

"Nona! ... Turun! ... Jangan lari dan jangan berbuat bodoh!.... Disini masih banyak binatang buas ... Kalau tidak ingin mati, kamu ikuti perintah saya!"

"Iya ... iya ... Tuan."

"Ikuti aku!" Supri sudah mendahului berjalan, Haida yang ketakutan saat tahu disitu masih binatang buas lari mengejar.

"Tunggu tuan .... saya perlu membawa tas saya. Ada air minum saya disitu. Saya haus, tuan."

Supri memandang wajah Haida lama sekali. Rahang yang keras dan terlihat garang, berangsur melembut.

"Kamu membuat aku kerepotan, Nona."

Supri kembali ke mobil, Haida mengikuti langkah Supri, dia buka pintu mobil dan mengambil tas yang berisi perlengkapan make up miliknya. 'Ini senjataku, aku tidak pandai untuk beradu fisik, tapi tubuhku sebagai alat untuk membebaskan Steven dan teman-temannya'.

Setelah mengunci pintu mobil, Supri berjalan meninggalkan mobil yang sudah tertutup semak-semak. Haida berlari mengejar langkah kaki Supri yang lebar dan gesit. Dia kerepotan berjalan di belakang Supri, Haida lebih sering berlari mengejar Supri. Dia yang terbiasa berjalan dengan anggun, sekarang dipaksa berjalan cepat di jalan yang terjal dan sering menembus semak-semak.

"Ayo cepat Nona! ... Disini masih banyak ular phyton sebesar batang pohon kelapa. Dia bisa memangsamu, kalau kamu lengah."

Bulu roma Haida berdiri, dia ngeri dan jijik dengan ular walaupun sekecil jari, apalagi sebesar pohon kelapa. Dia tidak berharap melihat itu, membayangkanpun dia tidak mampu.

"Tuan! ... berhenti sebentar! .... aku haus dan lelah." Haida membungkukkan badannya karena kakinya tidak sanggup berjalan. Mereka sudah hampir dua jam berjalan. Tidak ada tanda-tanda akan segera tiba ke tujuan.

"Baiklah! ... tapi cuma sebentar. Aku sudah lapar." Supri berhenti menunggu Haida yang berlari menghampirinya.

"Terimakasih Tuan ...," dia langsung duduk di samping Supri yang berdiri sambil berkacak pinggang.

Haida mengambil botol minuman mineral dan dua potong roti dari tasnya. Satu potong roti dia berikan kepada Supri, satu potong dia makan. Mereka makan tanpa bicara, air mineral yang cuma sebotol di minum bergantian.

"Nona, kamu sedang dalam perjalanan hanya memakai kaos saja, apa kaku tifak takut kedinginan?"

"Aku tadi belum sempat berpakaian."

"Terus, tubuhmu bau air mani seperti ini. Apa yang telah kamu lakukan?"

Ah ... pertanyaan tolol. Haida tidak menjawab, hanya kepalanya yang menunduk. Pertanyaan itu tidak perlu dia jawab, pasti Supri telah tahu jawabannya.

"Siapa empat orang yang bersamamu tadi?" Kaku sekali cara berbicara Supri, Haida tertawa dalam hati. Orang seperti ini bisa kejam kepada suaminya dan Komar.

"Pria yang Tuan tendang tadi suamiku."

"Oh ... yang kulitnya putih dan matanya sipit tadi? .... yang tiga orang itu, siapa?"

"Yang tinggi namanya Anto, yang rambutnya keriting namanya Komar, yang pendek dan gendut namanya Syaiful. Mereka yang mengawal kami dan menunjukkan jalannya." Haida berusaha meyakinkan Supri, kalau mereka bukan ancaman buat kelompoknya.

"Tujuan kalian kemana?"

"Kami akan ke Melawi." Haida menjawab pendek saja dan seperlunya, dia masih meraba apa yang diinginkan kelompok kriminal ini. Kalau hanya harta, seharusnya mereka sudah dibunuh atau minimal ditinggal dan dilukai disitu dan harta dalam mobil diambil mereka. Pasti ada perhitungan lain dari mereka, bukan hanya sekedar merampok.

"Masih jauh dari sini ... dengan mobil masih dua hari perjalanan. Itu saja jalan yang dilewati masih jalan tanah hasil pembukaan lahan satu tahun yang lalu."

Supri sangat paham daerah ini, lebih paham daripada Anto, Komar dan Syaiful.

"Ayo jalan Nona! Terlalu lama kamu beristirahat."

Supri sudah melangkahkan kakinya, Haida bangkit mengejar Supri yang sudah jauh didepan.

"Tunggu Tuan!"

"Ayo! ..Cepat!"

Dia berusaha ada disamping Supri. Dia tidak ingin terlalu jauh dari Supri. Haida takut ada ular seperti yang Supri katakan.

"Tuan ... tuan asli penduduk sini?" Haida berusaha menggali informasi dari Supri.

"Bukan! ... Aku orang jawa. Jawa tengah."

"Ooooo ... Tuan bekerja di perkebunan?"

"Tidak!"

"Tuan trasmigran dari jawa?"

"Tidak! ... aku menjadi buronan di jawa."

"Buronan? Kasus apa?" Haida semakin tertarik dengan masalau Supri, dia sudah muali terpancing dengan pertanyaan Haida.

"Membunuh orang!" Dengan entengnya Supri memjelaskan kepada Haida.

Haida berhenti melangkah, dia terkesiap mendengar ucapam Supri.

Lihat selengkapnya