9 Maret 2015
Portal di sebuah klaster perumahan elite kawasan Bumi Serpong Damai–BSD–itu masih tampak tertutup. Wajar. Hari masih gelap. Azan subuh pun belum berkumandang.
Seorang petugas keamanan tampak duduk meringkuk di kursi yang berada di pos. Tubuhnya berselimutkan sarung. Sesekali, mulutnya menguap. Tampak jam yang tertempel di dinding menunjukkan pukul empat pagi. Lebih sedikit. Tapi jelas masih sangat pagi.
Sebuah televisi menyala, entah menayangkan sinetron apa. Si petugas pun tampak tidak terlalu peduli dengan tayangan tersebut. Terbukti, tangannya berkali-kali memindahkan saluran. Tampaknya, ia hanya membutuhkan televisi itu untuk membunuh sepi.
Petugas yang berjaga sebenarnya dua orang. Namun, yang satu lagi sepertinya sedang berkeliling memeriksa keamanan para penghuni yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas itu.
Meski demikian, klaster ini sebenarnya cukup aman. Pintu masuknya hanya satu. Kendaraan para penghuni pun ditempel stiker. Apabila ada tamu berkunjung, tamu tersebut diminta untuk menyerahkan kartu identitasnya untuk ditukar dengan semacam kartu tanda pengunjung. Entah apakah ini berlaku juga untuk para pedagang keliling, yang pastinya juga dibutuhkan keberadaannya oleh para penghuni klaster tersebut.
Segregasi itu memang nyata adanya. Jika kau pernah berkunjung ke BSD, pasti kau pun akan merasakan seperti “pindah” ke negara lain. Negara maju, maksudnya. Bagaimana tidak? Jalan-jalannya begitu rapi dan lebar. Pohon-pohon peneduh berdiri menjulang. Bangunan-bangunannya ditata apik. Lalu tempat-tempat perbelanjaannya begitu nyaman untuk nongkrong berjam-jam. Arsitektur-arsitektur bangunannya pun sungguh sedap dipandang mata. Enak tinggal di sini, memang. Syaratnya hanya satu: punya UANG.
“Pemirsa, guna melaksanakan program kerja pemerintahan yang baru, presiden terpilih telah menandatangani beberapa peraturan yang akan berdampak pada perubahan nomenklatur beberapa kementerian dan lembaga. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat membuat kinerja pemerintahan menjadi lebih efektif.”
Terdengar suara pembawa berita dari televisi yang masih saja menyala. Rupanya, saluran telah berpindah ke siaran berita. Dan kali ini, tangan si penjaga berhenti menekan tombol remote. Tampaknya ia lebih tertarik dengan berita ketimbang sinetron. Apalagi ini berita politik–tentang kebijakan yang diambil presiden yang baru sekitar setahun lalu terpilih melalui pemilu. Pemilu 2014 yang lalu memang berbeda. Tiba-tiba saja semua orang menjadi melek politik. Semua orang seakan dipaksa untuk bersikap. Bahkan, dalam satu titik, pilihan netral menjadi haram laiknya syair Dante Alighieri dalam Inferno: kerak neraka paling dasar diperuntukkan bagi mereka yang tetap bersikap netral di saat terjadi krisis moral.