Christie tampak canggung menatap Fitra. Fitra pun terlihat gugup dan salah tingkah. Gya bingung melihat keduanya.
“Eh,” panggil Gya.
Christie dan Fitra pun menoleh.
“Kalian kenapa, sih? Kok, malu-malu gitu. Kayak orang pacaran aja.” Gya terkikik.
Christie dan Fitra pun kembali salah tingkah. Gya pun semakin bingung dan geli dengan tingkah kedua temannya itu.
“Eh, Fit. Nanti setelah lulus, kamu balik ke Kementerian Infrastruktur atau Kementerian Perencanaan Wilayah?”
Christie sontak memelotot mendengar kata-kata Gya.
“Isunya udah santer, lho. Masak kamu belum dengar?” Gya terus saja menyerocos.
Fitra terdiam, tetapi matanya menatap tajam pada Christie.
Christie pun tampak enggan berkomentar.
“Gimana itu, Fit?” Gya sebenarnya hanya ingin mencairkan keadaan. Hanya saja, tampaknya ia salah melontarkan topik basa-basi.
“Menurut surat perjanjian yang saya tanda tangani, saya terikat perjanjian 2N+1 dengan Kementerian Infrastruktur.” Fitra akhirnya menjawab juga meski dengan nada suara dingin. Tatapannya tetap tajam pada Christie.
Christie pun terpancing. Ia pun balas menatap tajam Fitra. “Tapi jangan lupa juga. Kamu adalah staf di Direktorat Jenderal Perencanaan Wilayah, yang kalau fungsinya pindah, kamu juga ikut pindah.”
“Sejak kapan tugas dan fungsi melekat pada orang?” Fitra memotong dengan cepat. Nada suaranya meninggi.
Gya pun terkejut. Perasaannya mulai mengatakan kalau ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.
“Di formulir pendaftaran beasiswa ada esainya, kan? Kamu dulu tulis apa di situ? Kontribusi untuk bidang perencanaan wilayah, kan?” tembak Christie.
“Perencanaan wilayah dalam kerangka pembangunan infrastruktur.” Fitra kembali memotong dengan cepat.
Christie menatap tajam Fitra. “Coba sekali-sekali pakai logikamu, Fit.”
“Saya selalu pakai logika, Bu. Justru Anda itu yang tidak bisa diajak berdialektika.” Fitra semakin sinis.
Gya sontak menoleh menatap Fitra. Raut wajah Fitra seakan ingin meledak. Dan Gya terkejut dengan kata “Anda” yang baru saja dilontarkan Fitra.
“Inilah yang paling saya tidak suka dari birokrasi.” Fitra berkata tajam. “Birokrasi itu mainnya selalu pakai pendekatan kekuasaan. Siapa yang punya akses pada kekuasaan, dialah penentu definisi. Tidak peduli benar atau salah. Tidak ada dialog, apalagi diskursus. Yang ada hanya pameran kekuasaan.”
…
Christie masih duduk di hadapan Bu Ning. Wajahnya masih tampak gelisah. Meski menunduk, matanya menyapu apapun di hadapannya. Tumpukan kertas, buku, juga kalender meja. Tampak bulatan pada tanggal 31 Agustus 2013. Besok adalah hari terakhir Bu Ning menjabat sebagai Kepala Bagian Kepegawaian, juga hari terakhir ia berstatus sebagai PNS.
“Saya bahkan tidak bisa mengendalikan Fitra, Bu.” Christie menghela napas. Ia benar-benar merasa tidak enak. Dari seluruh pegawai–pejabat eselon IV–yang sudah memenuhi persyaratan untuk promosi, kenapa malah Christie yang ditunjuk?
Bu Ning menggeleng. Pertanda ia tidak setuju. “Justru kamu yang paling bisa memegang dia.” Bu Ning menatap Christie. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum. “Fitra itu potensial. Tapi dia masih mentah. Dia masih perlu diasah. Kamu yang paling bisa mengasahnya.”
Christie terdiam.
“Dia mengingatkan pada dirimu sendiri, kan?” Bu Ning kembali tersenyum.
Ya. Tentu saja. Kalau mau tahu kasus yang menjadi “catatan hitam” Christie, itu adalah ketika ia membatalkan beasiswa ke Jepang beberapa tahun lalu.
Kementerian Infrastruktur memiliki kerja sama dengan beberapa negara untuk peningkatan kapasitas para pegawainya. Salah satunya adalah program S-2. Dan Jepang adalah salah satu negara yang menjadi tujuan studi. Jujur saja. Banyak PNS yang memang mengincar melanjutkan kuliah S-2 ke luar negeri. Dan Kementerian Infrastruktur adalah instansi yang sangat royal untuk memfasilitasi beasiswa sebanyak-banyaknya.