Perjalanan Dinas (Napak Tilas)

Nadya Wijanarko
Chapter #11

10 - BANDUNG: Hukuman

Taman Musik Centrum yang terletak di Jalan Sumbawa ini baru saja diresmikan sekitar semingguan yang lalu. Merupakan bagian dari program revitalisasi taman-taman yang ada di Bandung untuk dimanfaatkan sebagai ruang publik.

Setiap taman memiliki tema berbeda. Dan untuk taman yang berada di Jalan Sumbawa ini, tema yang dipilih adalah musik. Sebagaimana tema yang diusung, desain taman ini pun bernuansa musik, antara lain dengan adanya patung alat-alat musik seperti gitar, saksofon, dan lainnya. Selain itu, taman ini pun memiliki semacam panggung yang dapat dipergunakan untuk pertunjukan musik. Ke depan, tampaknya taman ini memang diperuntukkan bagi para pecinta dan pegiat seni musik. 

Namun, untuk saat ini, taman sepertinya digunakan dulu untuk menindak para pelanggar lalu lintas. Setidaknya, di beberapa titik terlihat beberapa polisi tengah melakukan “pembinaan”. Beberapa orang tampak tengah melakukan push up. Beberapa lainnya melakukan squat jump. Ada lagi yang tengah disetrap sambil menghormat ke arah bendera yang ada di tengah taman.

Christie menatap ke arah perginya Fitra dengan perasaan cemas. 

“Fitra ke mana, ya?” Christie melongok keluar. 

“Entah.” Gya yang juga cemas tampak ikut melongok keluar.

Akhirnya, Christie memilih untuk menutup jendela, lalu mencabut kunci mobil yang sedari tadi masih menempel di bawah kemudi.

“Gy, titip, ya? Aku mau cari Fitra.” Christie memberikan kunci mobil itu kepada Gya, lalu membuka pintu dan keluar.

“Eh?” Gya kaget. “Tunggu, Chris”. Gya akhirnya ikut keluar juga. Duh, sampai lupa menutup jendela! Baru ingat kalau jendela belakang masih diputar secara manual menggunakan engkol.

Ia membalik badan untuk menutup jendela, kemudian pintu, lalu menekan tombol bergambar gembok pada remote. Ia pun segera melesat mengikuti langkah temannya itu.


Fitra tampak berdiri di salah satu sisi taman. Wajahnya tampak pasrah. Sejak digiring keluar dari mobil, Fitra tidak berbicara sama sekali, kecuali jika ditanya. Dan kini, ia tengah berdiri berhadapan dengan polisi yang tadi menilangnya. Kepalanya tampak menunduk, kedua tangannya di belakang, dan ia benar-benar bergeming sejak polisi mulai menginterogasinya.

“Anda tahu, kan, kalau mengenakan sabuk pengaman itu wajib hukumnya dalam undang-undang lalu lintas?” Polisi itu kembali bertanya sambil sesekali melihat STNK dan SIM milik Fitra yang dipegangnya.

“Tahu, Pak,” jawab Fitra singkat, tetap dengan kepala tertunduk.

“Lalu, kenapa sabuk pengamannya tidak dipasang?”

“Rusak, Pak. Kayaknya.” Fitra kembali menjawab singkat.

“Kenapa tidak diperbaiki dulu? Anda tahu, Anda bisa mencelakakan teman Anda?”

Fitra tidak menjawab. Kepalanya tertunduk semakin dalam.

“Habis ini, saya akan ke bengkel, Pak,” jawab Fitra.

Polisi itu tidak menanggapi. Ia hanya memperhatikan Fitra yang sedari tadi tidak bergerak seperti terdakwa yang siap dijatuhi hukuman.

Lihat selengkapnya