Christie melirik jam tangannya, terlihat jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Ia kembali menguap, lalu memandang ke sekelilingnya dan keluar dari mobil. Tampak olehnya, Gya sedang duduk di tanggul sambil menyeruput kopi panas di gelas plastik.
Gya mengacungkan gelas plastiknya. “Ngopi dulu, Chris,” ujarnya.
Christie tersenyum. Kesadarannya belum pulih seratus persen dan ia merasa tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri. Ia belum mandi dari semalam. Napasnya terasa tidak enak dan wajahnya seperti lengket. Ditambah juga dengan perutnya bergejolak, ibarat gunung berapi yang siap menyemburkan isi di dalamnya setelah terjadi akumulasi gas magma sekian lama. Rasanya sungguh tidak nyaman.
“Aku mau ke kamar mandi dulu,” kata Christie. Ia pun berjalan ke belakang, membuka bagasi, dan mengambil sabun cuci muka, sikat dan pasta gigi.
“Mana Fitra?” tanya Christie.
“Ke sana.” Gya menunjuk arah stasiun pengisian bahan bakar. “Katanya mau mengingatkan petugas soal mobil derek yang katanya mau datang pagi ini,” terang Gya sambil menyeruput kopinya yang masih panas.
Christie mengangguk tanda mengerti, lalu berjalan menuju kamar mandi yang terletak di samping masjid. Lantainya cukup bersih meski masih terdapat sedikit bercak tanah dan lumpur.
Ia lalu membuka satu per satu pintu toilet yang tidak terkunci. Terdengar helaan napas beberapa kali ketika mendapati toilet yang ada adalah toilet jongkok. Ia tidak nyaman dengan toilet jongkok dan lebih suka toilet duduk. Namun, perutnya yang berontak membuatnya tidak memiliki pilihan lain.
…
Christie membasuh kedua tangannya setelah melaksanakan “ritual paginya” itu. Kemudian menggosok gigi dan mencuci muka. Ia pun merasa lebih segar.
Christie menatap wajahnya di cermin. Entah kenapa ia tiba-tiba bermimpi tentang kejadian dua tahun silam ketika ia diserahi sebuah amanah yang lebih tinggi. Jabatan yang lebih tinggi, tentu menuntut tanggung jawab yang lebih besar pula. Dan dengan tantangan yang lebih berat juga. Ibarat pohon yang semakin tinggi menjulang, semakin kuat pula angin yang menerpanya. Pohon yang batangnya kokoh tentu akan lebih mampu menahan embusan angin.
Christie tiba-tiba merasa begitu ringkih. Masalah reorganisasi, mutasi massal, pembangkangan pegawai, dan Fitra yang begitu sulit ia kendalikan. Apakah ia cukup kokoh ketika badai datang menghantam? Apakah ia cukup kuat menahan 500 orang pegawai yang bergantung di tangannya? Dan jika jabatan adalah sebuah amanah, apakah ia sanggup menjaganya dan mempertanggungjawabkannya, hari ini maupun kelak nanti?
Namun, Bu Ning begitu percaya kepadanya. Bu Ning yang sudah puluhan tahun berkiprah tentu mampu melihat sesuatu yang lain dalam dirinya. Hanya saja, Christie bahkan belum menemukan “sesuatu yang lain” itu; dan kalau boleh jujur, ia kini begitu gamang dengan dirinya sendiri.
Christie keluar dari kamar mandi. Beberapa mobil diparkir dan beberapa penumpangnya beristirahat di pelataran gedung. Beberapa terlihat menyelonjorkan kaki yang mungkin pegal karena perjalanan jauh. Ia lalu kembali berjalan menuju Peugeot 405 yang diparkir sejak semalam. Tampak olehnya, Fitra sudah berada di sana dan sibuk mengutak-atik ponselnya.
“Gimana, Fit?” tanya Christie.
Fitra mendongkakkan kepalanya. “Oh, tadi saya udah ketemu sama petugas keamanan yang semalam, Bu,” lapornya.
“Saya mengingatkan soal mobil derek yang katanya mau datang pagi ini. Katanya, mobilnya akan datang. Petugasnya tadi juga kayaknya langsung menghubungi yang pegang mobil derek,” lanjut Fitra.
“Kita tunggu aja, Bu,” Fitra kembali fokus pada ponselnya.
Raut wajah Fitra sedikit menyiratkan kepanikan. Berkali-kali ia mengutak-atik ponselnya, mencoba menelepon ke sebuah nomor, dan kembali mematikan ponselnya dengan wajah kecewa.
Fitra kembali mencoba mengirimkan SMS. Tidak lucu jika bengkelnya tutup.
Selamat pagi, Pak Ali. Saya Fitra. Mobil saya, Peugeot 405 matic buatan tahun 1995, mogok di rest area Tol Palikanci Km 62A. Kemungkinan ada masalah pada dynamo starter. Apakah bisa saya bawa ke bengkel Bapak? Kalau bisa, mohon alamat dan ancer-ancernya untuk menuju bengkel. Terima kasih.
Fitra sekali lagi mengirimkan SMS sambil berharap-harap cemas.
“Kirim SMS ke siapa, Fit?” tanya Christie.
“Ke bengkelnya, Bu,” jawab Fitra. “Tapi belum dijawab. Tunggu saja.”
“Sarapan dulu, yuk,” ajak Gya. “Paling enggak buat ganjel perut dulu,” ujarnya.
Fitra tidak menjawab. Wajahnya agak panik.