Gya dan Fitra keluar dari kamar. Tampak ekspresi canggung di wajah keduanya. Sementara, wanita berjilbab dan kakak laki-lakinya yang tadinya bertengkar langsung memasang muka ramah seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
“Mbak, kami mau permisi dulu.” Fitra akhirnya pamit. “Terima kasih atas tumpangannya.”
“Eh, justru saya yang terima kasih.” Wanita berjilbab itu kemudian mengambil baki berisi tiga gelas plasti air mineral dalam kemasan. “Ini diminum dulu.” Menyodorkan baki.
“Terima kasih, Mbak.” Fitra mengambil satu meski merasa sungkan.
Begitu juga dengan Gya.
“Buat temennya yang di depan juga.” Wanita berjilbab itu masih menyodorkan baki.
Gya menatap Fitra. Akhirnya, Fitra yang mengambilnya.
“Terima kasih, Mbak,” ujar Fitra. “Kami pamit dulu, ya?” Fitra menatap wanita berjilbab itu, lalu beralih ke si pria.
Si pria tampak tersenyum. Namun, tatapannya agak sedikit aneh. Cara pandangnya ke Fitra berbeda ketika ia beralih ke Gya. Fitra agak risih dengan tatapan pria itu.
…
Christie berdiri ketika Gya dan Fitra keluar, diikuti si wanita berjilbab.
“Kami pamit dulu, ya, Mbak.” Christie bersalaman.
“Hati-hati di jalan,” ujar si wanita berjilbab.
Ketiga PNS itu berjalan keluar menuju mobil. Christie yang memegang kunci menekan tombol “buka”. Anehnya, tidak ada respons suara. Christie pun mencoba menekannya sekali lagi, dan lagi-lagi tidak ada respons.
Gya menoleh. “Kenapa, Chris?”
“Enggak. Cuma … ini, kok…?” Christie kemudian menekan tombol “kunci”. Maksudnya, sih, hanya iseng. Siapa tahu bisa. Dan….
CLAK!
Hah?
Fitra pun menoleh. Tampak Christie yang bingung, lalu panik.
“Nggak dikunci, Fit?” tanya Christie.
“Dikunci … kok….” Suara Fitra terdengar ragu. “Tapi kalaupun tidak, ya berarti saya lupa.”
Christie terbelalak, lalu menggeleng-geleng. “Kamu ini, kok, ceroboh sekali, sih?”
Christie masuk mobil di belakang kemudi. Fitra menyusul masuk di sampingnya. Sedangkan, Gya di belakang.
“Kalau ada yang hilang bagaimana?” Christie antara kesal dan panik.
“Nggak ada yang hilang, kok.” Gya menyisir kursi belakang dengan tangannya. “Lengkap semua.”
“Maaf, Bu.” Fitra merasa bersalah.
“Lain kali jangan ceroboh, dong.” Christie menyalakan mesin, menurunkan tuas rem tangan, kemudian memindahkan kaki dari pedal rem ke gas.
Yah, tidak ada yang hilang, memang. Hanya saja, mereka juga tidak memeriksa apakah ada barang yang bertambah.
…
Sinar matahari semakin meredup ketika mobil mulai memasuki bagian tengah Purwokerto. Alun-alun tampak ramai dengan para pedagang. Beberapa bocah tampak berlarian di taman sambil ditemani orang tua mereka. Harum manis yang berwarna-warni membuat suasana semakin semarak. Sayup-sayup terdengar lagu anak-anak yang diputar oleh odong-odong yang mangkal di sisi jalan.