Perjalanan Dinas (Napak Tilas)

Nadya Wijanarko
Chapter #46

45 - KUTOARJO: Yang Ditunggu

13 Maret 2015


“Bangun!” 

Suara berat diiringi benturan benda pada besi membuat mata Christie dan Fitra terjaga seketika. Keduanya langsung menegakkan punggung ketika melihat beberapa polisi di luar sel. Dan keduanya langsung berdiri ketika salah seorang polisi itu membuka kunci.

“Ayo, Fit.” Christie menunduk dan menarik tangan Fitra.

“Baik, Bu,” bisik Fitra.

Keduanya berjalan perlahan keluar sel. Dan masing-masing langsung ditarik oleh dua orang polisi yang menjemput di sana.

Salah satu polisi mendorong tubuh Fitra hingga menghadap tembok dan kemudian menelikung kedua tangannya di punggung. Polisi yang lain mengeluarkan borgol dan mengikat tangan Fitra. Fitra tidak melawan dan tampak pasrah. Kepalanya menunduk begitu dalam.

Christie sempat melihat Fitra sebelum ia diperlakukan sama: dihadapkan ke tembok dan diborgol. Christie juga tidak melawan. Ia sama pasrahnya dengan Fitra.

“Ayo!” Salah seorang polisi itu berkata.

Fitra dan Christie kemudian digiring ke suatu tempat.


Ruangan yang tidak terlalu luas itu sekilas mirip ruang rapat. Terdapat meja dengan bentuk “U” di tengahnya. Seorang polisi yang tampaknya memiliki pangkat dan jabatan tertinggi tampak duduk di pangkal susunan meja berbentu”U” itu.

Sementara itu, di sudut yang lain, Gya tampak tegang. Wajahnya begitu gelisah. Memang, sih, semalam ia sudah berhasil mendapatkan jaminan untuk kebebasan dua orang temannya itu. Hanya saja, menunggu adalah hal yang paling menyakitkan.

Sebuah pintu yang berada di seberang tempat duduk Gya tiba-tiba terbuka. Seorang polisi masuk, disusul dua orang polisi lain yang masing-masing menggiring Christie dan Fitra.

Gya tampak semringah ketika melihat keduanya dan tersenyum. Christie dan Fitra membalas juga dengan senyuman meski kepala mereka tertunduk. Ekspresi ketakutan masih terlihat di wajah keduanya. 

Kedua polisi itu lalu mendudukkan Christie dan Fitra, berseberangan dengan Gya. Tangan mereka masih diborgol. Keduanya menunduk seperti terdakwa yang akan menerima hukuman.

Beberapa polisi tampak seperti berdiskusi dengan polisi berpangkat tinggi yang duduk di pangkal meja “U”. Tak lama, mereka berpencar. Ada yang mengambil tempat duduk, dan ada juga yang keluar.

“Siapa yang bernama Adhya Fitra?” Polisi berpangkat tinggi itu bertanya.

“Saya, Pak.” Fitra menengadah dengan sorot mata penuh ketakutan.

Polisi itu menatap Fitra yang benar-benar tampak tak berdaya. Ada setitik rasa iba dalam hatinya itu sebenarnya. Namun, hukum tetap harus ditegakkan.

“Jadi, Saudari adalah pemilik mobil Peugeot 405 warna putih dengan nomor polisi D 405 DS, betul?”

“Betul, Pak,” jawab Fitra singkat.

“Namanya kok berbeda dengan di STNK, ya?” tanyanya lagi.

“Mobil itu baru saya beli dari orang lain, Pak. Belum sempat balik nama,” jawab Fitra lagi.

Polisi berpangkat itu mengangguk-angguk.

“Saya akan langsung saja. Dan tolong jawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan jujur.” Polisi itu mulai melakukan interogasi. 

“Baik, Pak.” Fitra mengangguk patuh.

Beberapa polisi yang tadi keluar Kembali masuk sambil membawa sebuah bungkusan plastik berwarna hitam.

Lihat selengkapnya