Perjalanan Dinas (Napak Tilas)

Nadya Wijanarko
Chapter #48

47 - PURWOREJO: Sang Pemimpin

Kini kondisi jalanan menjadi lebih ramai karena mobil kembali bergabung dengan kendaraan-kendaraan yang berasal dari ringroad. Para penglaju antar kota dan provinsi umumnya memang berbelok di ringroad dan tidak masuk tengah kota Purworejo. Terutama sekali kendaraan-kendaraan besar yang memang dibatasi untuk tidak masuk kota agar jalanan tidak cepat rusak.

Gya tampak berkonsentrasi ketika di jalan di depan terhalang truk. Namun, untuk menyusulnya, ia harus memastikan dulu tidak ada kendaraan lain yang berasal dari arah sebaliknya. Meski ini adalah jalan antar kota, bahkan antar provinsi, lebarnya hanya dua lajur.

“Pak Menteri datang ke Kutoarjo, Gy? Malam-malam kemarin?” Christie masih tidak percaya.

Gya tidak menjawab. Matanya tampak mengawasi arah depan. Dan ketika ia yakin dari depan kosong, ia pun menyalakan lampu sein kanan dan menyusul truk di depannya.

“Iya.” Gya menjawab juga. “Tuduhan ke Fitra itu gawat. Aku harus putar otak mencari orang yang benar-benar kuat. Ya … opsi pertamaku, sih, Ferdi.” Gya kembali menyusul sebuah bus di depannya. “Tapi ternyata dia nggak respons. Heran aku, tuh. Orang yang kekuatannya nggak seberapa malah songongnya minta ampun. Yang jabatannya jauh lebih tinggi malah mau turun tangan.”

Fitra diam saja. Ia tampak menatap ke luar.

“Aku salut sama Pak Menteri kita itu,” puji Gya. “Benar yang dibilang orang-orang. Pak Menteri itu membumi, merakyat, rendah hati, dan peduli sama bawahan-bawahannya.” Gya melirik Fitra. “Buktinya, dia mau bela-belain datang malam-malam demi membebaskan staf kroconya yang satu ini, nih.” Gya menoleh dan terkikik.

“Mantan staf,” ralat Fitra. Nada suaranya terdengar dingin.

Gya pun terdiam. Apakah Fitra akan kembali ngambek?

“Itu artinya dia perhatian, Fit,” timpal Christie.

“Kalau dia perhatian, kenapa dia tidak menahan kita?” Fitra kembali membahas masalah yang membuatnya marah itu.

Ganti Christie yang terdiam.

TIN!

Sebuah mobil membunyikan klakson dan menyusul. Tampak mobil itu mengebut dengan ugal-ugalan. Gya hanya bisa menggeleng-geleng melihatnya. Ada orang-orang yang memang sepertinya menganggap murah nyawa, teramasuk nyawa mereka sendiri.

“Fit, Ada banyak hal yang berada di luar kekuasaan kita. Hal paling absurd sekalipun,” ujar Christie.

Kali ini Fitra yang terdiam.

“Kamu pikir Pak Menteri menginginkan ini? Kamu pikir dia nggak sedih berpisah dengan kita, anak-anaknya sendiri?” Christie bertanya retoris. “Kalau pakai perasaan, semua sakit, Fit.”

“Kecuali orang-orang yang punya kepentingan.” Fitra memotong.

Lihat selengkapnya