Perjalanan Dinas (Napak Tilas)

Nadya Wijanarko
Chapter #56

PERTEMUAN KETIGA

Ruang rapat dengan deretan meja berbentuk “U” di tengahnya itu tampak penuh. Kursi-kursi di sekeliling meja telah terisi oleh para pejabat. Sementara, di deretan kursi-kursi di belakangnya, duduk para staf dari pejabat-pejabat tersebut. Tentu saja bukan sembarang staf. Para pejabat jelas tidak mungkin asal mengajak saja bawahannya.

Ferdi tampak duduk di salah satu kursi. Di deretan belakangnya, Raffi dan Iqbal tampak mendampingi. Mereka duduk sambil menggenggam beberapa berkas. Raffi sendiri tampak memangku sebuah laptop. Beberapa kali tangannya tampak menggeser-geser mouse pada keyboard-nya.

“Drafnya sudah siap, kan?” Ferdi membalik badan dan berbicara pada Raffi.

Raffi mengangguk. “Presentasinya juga sudah kami siapkan jika nanti diperlukan,” jawab Raffi.

“Bagus.” Ferdi mengalihkan pandangannya sebentar ke depan. “Kalian memang bisa diandalkan. Tak percuma saya merekrut kalian,” puji Ferdi.

“Terima kasih, Pak.” Iqbal yang menjawab.

Agenda rapat kali ini adalah pemantapan nomenklatur kementerian yang baru. Perubahan struktur organisasi jelas mempengaruhi fungsi-fungsi setiap unit. Terutama sekali unit organisasi baru.

Raffi membuka file presentasinya di laptop. Sebuah judul terpampang pada halaman muka: “RANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI BADAN PERENCANAAN DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR”.

Ya. Inilah badan pengganti Direktorat Jenderal Perencanaan Wilayah yang kini telah menjadi kementerian terpisah. Tadinya, badan ini disiapkan untuk menampung para bekas pegawai Ditjen Perencanaan Wilayah yang bubar.

Ferdi tahu persis kalau Menteri Infrastruktur tidak pernah menginginkan perpisahan dengan orang-orang di Direktorat Jenderal Perencanaan Wilayah yang notabene adalah anak-anak buahnya sendiri semasa ia menjabat direktur jenderal. Dan sebagai salah satu orang terdekat Presiden terpilih yang sudah diprediksi akan diangkat menjadi menteri, ia tentu tidak menutup telinga terhadap isu-isu yang berseliweran, termasuk selentingan “gerakan separatisme” di unit organisasi yang dipimpinnya dulu–tentu saja!

Makanya, ia kemudian mencoba merancang unit organisasi alternatif kalau-kalau fungsi perencanaan wilayah benar-benar dihapus dari Kementerian Infrastruktur. Bahkan, alasan kenapa berbentuk badan dan bukan direktorat jenderal pun dipikirkan masak-masak dengan fakta bahwa membentuk badan lebih mudah ketimbang direktorat jenderal. Pun kalau gagal, tinggal bubarkan saja dan sebar pegawainya ke unit-unit organisasi yang lain.

Pegawai adalah aset. Di samping tentu saja rasa kekeluargaan yang kuat sebagai satu korps. Yang penting, “selamatkan” pegawainya dulu. Siapa yang waktu itu dimintai pendapat? Tentu saja Ferdi sebagai orang yang paling mengerti hukum.

Ya. Bahkan sudah sejak lama Ferdi bermain dua kaki. Entah apa pertimbangannya mengajak bicara Ferdi. Rasanya, orang-orang satu direktorat jenderal sudah tahu ambisi Ferdi yang sebenarnya: ingin menjadi menteri! Satu-satunya yang terbesit di benak Ferdi adalah, Menteri Infrastruktur yang waktu itu masih menjabat sebagai direktur jenderal tengah mencoba menjegalnya.

Itu sebabnya Ferdi tetap maju bergerilya dengan draf reorganisasi versi empat direktorat jenderal yang tidak pernah sekalipun disampaikan kepada pimpinannya. Sambil di sisi lain, ia juga menyiapkan draf rancangan unit organisasi alternatif jika fungsi perencanaan wilayah benar-benar dipisah dari Kementerian Infrastruktur.

Rudi adalah salah satu sekongkol Ferdi untuk melobi pemisahan unit organisasi. Bukan hanya Rudi, sebenarnya. Namun, Rudi adalah yang paling bersemangat. Ambisinya setali-tiga uang dengan Ferdi, tetapi tidak terlalu terang-terangan. Meski demikian, rasanya orang-orang sudah bisa menebaknya jika melihat track record Rudi. Karena ia adalah salah satu pegawai yang kariernya melesat begitu pesat. 

Dikenal sebagai pejabat eselon III paling ambisius dan gila kerja, bahkan kalau perlu mengorbankan anak buahnya sendiri, dan faktanya ia bisa melenggang begitu saja ke jenjang eselon II meski banyak omongan miring menghampirinya. Jelas ia memiliki lobi yang kuat.

Jika kementerian baru berhasil digolkan, ia dengan mudah naik lagi menjadi eselon I dengan dukungan kolega-koleganya yang tersebar luas di mana-mana. Semakin tinggi jabatan yang diincar, semakin besar pula modal politik yang dibutuhkan. Rudi memiliki itu semua. Makanya, ia setuju dengan rencana terselubung Ferdi.

Satu hal yang tidak diperhitungkan Ferdi adalah kekuatan Rudi yang ternyata jauh melampauinya. Tadinya, Ferdi berpikir untuk memanfaatkan Rudi dengan kekuatan jaringannya yang luas. Namun, siapa sangka jika Rudi ternyata berani bergerak sendiri tanpa Ferdi?

Direktur Jenderal Perencanaan Wilayah–yang kemudian diangkat menjadi Menteri Infrastruktur–semakin lama semakin membatasi gerak Ferdi. Pembahasan terkait reorganisasi, misalnya. Lama-lama langsung diserahkan pada Sekretaris Direktorat Jenderal yang memang salah satu tugas dan fungsinya adalah mengurusi organisasi. Tanpa melalui Ferdi yang memang jabatannya adalah Direktur Perkotaan.

"Untungnya", masih ada Christie, juga tim kecil khusus untuk menyusun draf. Christie yang sejak awal melihat Ferdi sebagai inisiator tentu saja tidak menaruh curiga ketika disuruh menyusun struktur organisasi dengan memecahnya menjadi empat direktorat jenderal seperti fungsi yang tertulis pada undang-undang.

Hanya saja, Ferdi merasa rencananya lama-lama tercium juga. Beberapa kali rapat dengan Direktur Jenderal, ia merasa ada sedikit "ancaman". Akhirnya, lama-lama ia pun menahan diri. Dan akhirnya dalam satu titik, ia tidak ada pilihan selain membatalkan rencananya. 

Lihat selengkapnya