Perjalanan Dinas

Nadya Wijanarko
Chapter #4

3 - JAKARTA: Si Pemberontak

Christie kembali menengadah dan melihat ke luar. Kendaraan sudah jauh memasuki Jakarta. Antrean kendaraan kian tersendat. Padahal, yang dilewati adalah jalan tol–yang berupa jalan layang melintang ke arah timur. Kalau begini, lantas apa bedanya dengan jalan biasa tanpa pungutan?

Pandangan Christie pun kembali pada layar ponsel yang sedari tadi dipegangnya. Jarinya dengan lincah menggeser galeri foto. Beberapa memori pun terpampang. Rapat-rapat di kantor, perjalanan dinas ke luar kota, acara makan bersama, munggahan menjelang Ramadan, outbond kantor, dan….

Matanya mendadak basah ketika melihat sesosok dalam foto. Sosok perempuan berjilbab yang tampak keren dan gagah sembari memanggul tas carrier besar dengan scarf yang melilit lehernya. Sangat serasi dengan bentang alam indah yang terpampang sebagai latar. Itu adalah foto dua tahun lalu ketika ia mengirim Fitra untuk mengikuti kegiatan outbound yang agak berbeda dari sebelumnya. Outbond Jungle Training, begitu sebutan untuk konsep pelatihan yang didesain agak sedikit keras berupa pelatihan di barak militer selama seminggu, live in di desa selama sehari, dan puncaknya adalah camping selama tiga hari dengan hari terakhir peserta harus tidur sendiri di tenda bivak yang jaraknya minimal 50 meter dari tenda peserta lain.

Itu adalah masa-masa puncak kekesalan Christie pada Fitra yang tingkahnya semakin sulit diatur. Waktu itu, Christie memang ingin memberikan sedikit pelajaran kepada Fitra.

Mau tahu apa saja ulah Fitra? Dimulai dari hal yang sangat sederhana: selalu terlambat. Jam kerja dimulai pada pukul delapan. Toleransi keterlambatan hingga jam sembilan. Dan kapan Fitra ada kantor? Bisa muncul pukul setengah sepuluh saja sudah bagus! 

Bu Ning, sebagai kepala Bagian Kepegawaian saat itu, tentu saja mengeluhkan perilakunya. Bagian kepegawaian adalah ujung tombak segala peraturan yang mengikat disiplin pegawai. Apa jadinya jika punggawanya sendiri malah sering melanggar aturan? Hanya saja, ia tidak pernah mengutarakannya langsung kepada Fitra. Pembinaan pegawai bagaimanapun dilakukan berjenjang. Kalau sudah begini, siapa lagi yang kena getahnya kalau bukan Christie sebagai atasan langsung Fitra?

Lainnya? Fitra tidak pernah mengikuti upacara bendera! Ia selalu beralasan bahwa nasionalisme tidak bisa diukur dari hadir atau tidaknya pada saat upacara.

“Kesetiaan pada negara itu diwujudkan dengan tidak mengambil yang bukan haknya!” Begitu dalih Fitra.

Untuk alasan yang ini, Christie memilih tidak berkomentar. Ada benarnya, kok. Misalnya, apakah ada jaminan bahwa upacara mampu mencegah korupsi? Meski, untuk hal ini rasanya Fitra pun sedikit meleset. Pasalnya, biro kepegawaian pusat selalu meminta daftar hadir para pegawai pada saat upacara. Tentu saja formulir kehadiran itu juga disodorkan ke hadapan Fitra. Dan … Fitra tetap saja menandatanganinya walau tidak hadir. Bukankah berarti sama saja ia sudah berbohong?

“Kalau saya tidak tanda tangan, nanti kalian juga yang repot, kan? Karena pasti akan ada teguran dari Pak Menteri ke kita, Bagian Kepegawaian, dan kemudian direktorat jenderal. Benar, kan?” Begitu dalih Fitra yang membuat Christie lagi-lagi memilih untuk no comment

Meski demikian, Fitra tidak pernah mau menerima uang transport kehadiran untuk upacara yang memang selalu dianggarkan. 

“Terserah pertanggungjawabannya mau kayak apa. Tapi saya nggak mau terima. Kan, saya tidak hadir.” Fitra selalu menolak setiap kali amplop uang transpor disodorkan ke hadapannya. Dan untuk ini, Christie harus mengakui kejujuran Fitra.

Jadi, outbond tersebut memang cocok untuk Fitra. Terutama sekali pada saat di barak militer. Christie memang ingin mendisiplinkannya.

Anehnya, Fitra sama sekali tidak menolak. Alih-alih, justru ia yang mengajukan diri. Sampai-sampai Christie berpikir kalau jangan-jangan Fitra memang sengaja menyerahkan diri–untuk dihukum. 

Dan anehnya lagi, Fitra yang ketika di kantor sangat sulit diatur justru malah patuh. Setidaknya, itulah yang ia ceritakan sepulang outbond. Misalnya, setiap hari ia wajib mengikuti apel pagi. Lainnya, ia menurut saja dihukum berjalan jongkok dari barak ke lapangan karena tidak membereskan tempat tidurnya dengan rapi dan salah meletakkan urutan sepatu. Ia juga bercerita sempat dijemur di tengah lapangan dengan posisi setengah jongkok karena lupa menyerahkan ponsel. 

LUPA. Begitu dalih Fitra karena ponselnya bukan ponsel pintar, hanya bisa menelepon dan mengirim SMS. Bukan seperti milik teman-teman lainnya yang bisa digunakan untuk bermedia sosial, browsing, dan menonton Youtube–dan aneka hiburan lainnya. Fitra memang tidak tertarik dengan smartphone yang menurutnya hanya untuk stupid people. Bahkan, Fitra sama sekali tidak menyentuh ponselnya selama pelatihan dan baru sadar ketika para trainer melakukan razia mendadak.

Ia akhirnya menyerahkan ponselnya ketika para fasilitator memperingatkan para peserta untuk jujur saja ketimbang nantinya mendapatkan hukuman lebih keras jika ketahuan. Dan Fitra pun menjadi SATU-SATUNYA peserta yang menyerahkan ponsel dan menerima hukuman meski Fitra yakin teman-teman yang lain pun sebenarnya juga ada yang membawa ponsel tetapi tidak mau mengaku.

Christie tak urung terkejut. Dan merasa bersalah juga karena tidak menyangka pelatihan akan sekeras itu. Dan semakin merasa bersalah ketika Fitra malah jatuh sakit selama seminggu lebih sepulangnya dari outbond–terpapar Salmonella Paratyphi dengan hasil diagnosis 1/160.

Outbond itu sendiri diselenggarakan sebanyak dua batch. Artinya, jika Fitra tidak masuk di batch pertama, ia akan disertakan pada batch kedua yang waktunya belum ditentukan. Menghindar adalah hal yang sangat mudah dilakukannya karena dua bulan setelahnya ia sudah mulai menjalani tugas belajar di Bandung–di ITB. 

Anggap saja tidak ada yang ingat kalau ia akan segera meninggalkan kantor untuk tugas belajar. Lalu ia mangkir dari keikutsertaan di batch pertama. Dan ketika batch kedua diadakan, ia sudah tidak ada di kantor. Mudah, kan?

Fitra pernah menolak beasiswa ke luar negeri–ke Australia–yang seleksinya ketat, sesuatu yang membuat Bagian Kepegawaian kelabakan dan akhirnya Christie terpaksa pasang badan untuk melindunginya dari sanksi. Karena itu, menolak diikutsertakan ke dalam outbound adalah hal yang mudah untuknya. 

Lihat selengkapnya