Christie tiba-tiba menyalakan lampu sein kiri dan menepikan mobil di sempadan yang luas, tak jauh setelah lampu lalu lintas.
“Kenapa, Bu?” Fitra bingung.
“Capek.” Christie mematikan mesin. “Aku belum makan.” Tangannya mengulur.
“Oh.” Fitra tertawa, lalu menyerahkan sebuah bungkusan berisi tiga buah jagung,
“Tapi bijinya sedikit, Chris.”
“Yang penting bisa buat ganjel perut dulu.” Christie kemudian membuka pintu dan keluar. Ia berdiri menyandar pada sisi mobil sambil mulai menggigiti jagungnya.
Sayup-sayup terdengar alunan suara musik blues dari seberang jalan. Rupanya ada yang sedang menggelar hajatan. Tampak sebuah tenda berdiri dan beberapa kali terlihat lalu-lalang orang mengenakan batik.
“Hajatan, kok, hari Rabu, ya?” Fitra sudah berdiri di samping Christie. Ia juga membawa bungkusan berisi jagung, lalu jongkok, dan mulai makan juga.
“Hari baik, kali?” timpal Gya. Ia juga menggigit jagungnya yang masih tersisa satu di kantong plastiknya.
“Ada juga, ya, yang memainkan musik blues di daerah kayak gini,” gumam Fitra.
“Kenapa?” Christie menoleh.
“Ini, kan, bukan kota besar.” Fitra berdiri. Rupanya ia sudah selesai makan. “Referensinya boleh juga,” pujinya. Ia tampak celingukan mencari tempat sampah. Dan matanya malah tertumbuk pada sebuah papan di depan minimarket.
“Eh, mau ambil uang, nggak?” Fitra menunjuk ke papan di depan minimarket itu.
“Ayo, deh. Sekalian belanja perbekalan juga.” Gya langsung setuju.
Ketiganya pun beranjak menuju minimarket tersebut.
…
Fitra menghampiri Christie sekeluarnya dari minimarket, lalu memberikan beberapa lembar kertas berwarna biru. Tepatnya, menyelipkan kertas-kertas tersebut ke tangan Christie. Christie pun terkejut.
“Apa ini, Fit?” Christie memperhatikan lembaran-lembaran uang bernominal 50.000 rupiah di tangannya itu.
“Utang saya.” Fitra tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya.
“Nggak usah, Fit.” Christie berusaha mengembalikannya.
“Eh, janji tetap janji. Uang dynamo starter tetap saya ganti.” Fitra mengangkat kedua tangannya dan mundur selangkah agar Christie tidak bisa mengembalikan uang tersebut.
Christie menghela napas, lalu tersenyum. “Makasih, Fit.”
Mereka kembali berjalan menuju mobil. Melewati sebuah mobil keluarga yang diparkir tepat di depan sedan putih. Dan tanpa sengaja, mereka mencuri dengar pembicaraan di sana.
Penumpang mobil itu terdiri dari tiga orang; seorang pria dewasa, kira-kira berusia 30 tahunan, seorang wanita dewasa, juga kira-kira berusia sekitar 30 tahunan, dan seorang anak laki-laki berusia balita. Si pria dewasa dan anak laki-lakinya mengenakan batik. Sedangkan yang wanita mengenakan baju muslim berupa terusan gamis dengan jilbab lebar menutupi dada. Mereka tampak rapi.