Perjalanan Dinas

Nadya Wijanarko
Chapter #36

35 - PURWOKERTO: Satu Malam Lagi

Gya dan Fitra keluar dari kamar. Keduanya tampak canggung. Sementara itu, wanita berjilbab dan kakak laki-lakinya yang tadi bertengkar langsung memasang muka ramah seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

“Mbak, kami mau permisi dulu.” Fitra akhirnya pamit. “Terima kasih atas tumpangannya.”

“Eh, justru saya yang terima kasih.” Wanita berjilbab itu mengambil baki berisi tiga gelas plastik air mineral dalam kemasan. “Ini diminum dulu.” Menyodorkan baki.

“Terima kasih, Mbak.” Fitra mengambil satu meski merasa sungkan.

Begitu juga dengan Gya.

“Buat temennya yang di depan juga.” Wanita berjilbab itu masih menyodorkan baki.

Gya menatap Fitra. Akhirnya, Fitra yang mengambilnya.

“Terima kasih, Mbak,” ujar Fitra. “Kami pamit dulu, ya?” Fitra menatap wanita berjilbab itu, lalu beralih ke si pria.

Si pria tampak tersenyum. Namun, tatapannya agak sedikit aneh. Cara pandangnya ke Fitra berbeda ketika ia beralih ke Gya. Fitra agak risih dengan tatapan pria itu.


Christie berdiri ketika Gya dan Fitra keluar, diikuti si wanita berjilbab.

“Kami pamit dulu, ya, Mbak.” Christie bersalaman.

“Hati-hati di jalan,” ujar si wanita berjilbab.

Ketiganya berjalan menuju mobil. Christie yang memegang kunci menekan tombol “buka”. Anehnya, tidak ada respons suara. Christie pun mencoba menekannya sekali lagi, dan lagi-lagi tidak ada respons.

Gya menoleh. “Kenapa, Chris?”

“Enggak. Cuma … ini, kok…?” Christie kemudian menekan tombol “kunci”. Maksudnya, sih, hanya iseng. Siapa tahu bisa. Dan….

CLAK!

Hah?

Fitra pun menoleh. Tampak Christie yang bingung, lalu panik.

“Nggak dikunci, Fit?” tanya Christie.

“Dikunci … kok….” Suara Fitra terdengar ragu. “Tapi kalaupun tidak, ya berarti saya lupa.”

Christie terbelalak, lalu menggeleng-geleng. “Kamu ini, kok, ceroboh sekali, sih?”

Christie masuk dan memegang kemudi. Fitra menyusul masuk di sampingnya. Sedangkan, Gya di belakang.

“Kalau ada yang hilang bagaimana?” Christie tampak panik. Ia menggenggam kuat kemudi.

“Nggak ada yang hilang, kok.” Gya menyisir kursi belakang dengan tangannya. “Lengkap semua.” Ia berusaha menetralisir keadaan. Tidak perlu panik. Tidak ada apa-apa. Tenang.

“Maaf, Bu.” Fitra merasa bersalah.

“Lain kali jangan ceroboh, dong.” Christie menyalakan mesin, menurunkan tuas rem tangan, kemudian memindahkan kaki dari pedal rem dan gas.

“Maaf.” Fitra masih merasa bersalah. Suaranya terdengar pelan.

Christie menghela napas, kemudian melirik sekilas. “Iya. Nggak apa-apa.” Sudahlah, tidak perlu diperpanjang. Tidak ada yang hilang, kan?

Dan tidak ada yang bertambah juga, kan?

Lihat selengkapnya