Perjalanan Dinas

Nadya Wijanarko
Chapter #47

46 - ANTARA KUTOARJO DAN PURWOREJO: Sang Penolong

Pukul sembilan pagi. Itu yang tertera pada jam di dashboard yang lampunya tampak redup.

Gya mengulurkan sebelah tangan dan menggoyangkannya–tangan satunya lagi memegang kemudi.

“Akinya nggak apa-apa, kan?” Ada nada khawatir dalam suaranya. Tinggal sedikit lagi sampai Yogyakarta. Tidak lucu kalau mogok lagi.

“Nggak apa-apa, Mbak. Kan kemarin udah dicek sama orang bengkelnya. Jam di dashboard itu pakai batere. Kayaknya sudah hampir habis.” Fitra yang duduk di depan menjelaskan. Kemudian, matanya kembali beralih ke luar. Kutoarjo masih terasa sepi.

Christie duduk di belakang. Punggungnya menyandar dan kakinya diselonjorkan lurus ke kolong kursi penumpang depan.

“Pegal, Chris?” Gya yang menyetir. Ia menatap kaca spion dan terlihat Christie yang tengah berusaha merebahkan diri.

“Payah! Sudah semalam tidur di lantai, paginya disuruh olahraga. Mana hitungannya pakai desimal. Itu, sih, bukan 10. Kayaknya 30, lebih malah.” Christie menyelonjorkan kakinya ke depan. “Polisinya alumni MIPA juga apa, ya?”

Fitra menarik tuas di bawahnya dan memajukan jok. “Masih sempit, nggak?”

“Nggak, kok. Makasih, Fit,” jawab Christie.

“Jadi, kamu lebih suka ditahan, nih?” goda Gya.

“Nggak!” jawab Christie cepat. “Mending kena OSPEK daripada dipenjara.”

Gya tertawa. Jalanan lebar hingga empat lajur dengan kondisi relatif lowong membuatnya rileks.

“Aku tahu aku bersalah. Secara hukum, aku harusnya diproses. Tapi ternyata aku cuma disetrap. Ya sudah, nggak apa-apa. Aku bersyukur, malah.” Christie menarik napas. Matanya menatap keluar. Sepertinya mereka sudah mulai meninggalkan kota. Bangunan-bangunan tampak berganti dengan lahan kosong dan sawah menghampar di kiri dan kanan jalan.

“Ternyata kita di Kutoarjo, ya?” Fitra menggumam.

Gya menoleh. “Kamu nggak tahu?”

Fitra menggeleng. “Gimana bisa tahu, Mbak? Mata saya ditutup di sepanjang perjalanan. Baru dibuka setelah di depan sel tahanan.”

Gya terbelalak. Ia pun menoleh sekilas ke belakang.

“Sama.” Christie menjawab pendek.

“Wow.” Gya menyalakan lampu sein kanan. Ada sepeda motor yang menghalangi jalannya.

“Kamu nggak tahu, kan, rasanya disekap dengan mata tertutup, dan tangan terikat?”

“Hah?” Gya terkejut.

“Entah berapa lama saya diperlakukan seperti itu. Rasanya udah kayak menunggu eksekusi mati.” Christie kembali menerawang ke luar. “Jangan sampai berurusan dengan penegak hukum, Gy. Nggak enak rasanya.” 

Suasana perdesaan kembali beralih suasana menjadi perkotaan ketika bangunan-bangunan mulai tampak. Terlihat pula beberapa bus besar memilih jalur kanan, lalu berbelok. Rupanya mereka menuju terminal. Terminal bus Purworejo memang berada di sebelah kanan jalan. Bus-bus tujuan Purworejo umumnya berhenti di sana. Yang masih melanjutkan tujuan pun banyak yang transit.

Mobil berhenti di persimpangan ketika lampu lalu lintas menyala merah. Dari arah kanan—arah terminal—bus-bus besar tampak mulai melaju. Sebagian berbelok ke kiri—ke arah barat—menuju Kutoarjo. Dan sebagian lainnya berbelok ke kanan—ke arah timur; mungkin menuju Yogyakarta.

Lihat selengkapnya