Perjalanan Hijrah Althea

Author Zahra
Chapter #2

02. Membuat Puisi

Setelah perdebatan singkat yang dipenuhi bisik-bisik panik dan rencana setengah matang, akhirnya tiga gadis itu, Althea, Nadya, dan Dilla, berhasil menjejakkan kaki di lingkungan sekolah. Bukan karena mereka berhasil menaklukkan dinding tinggi yang mengelilingi kompleks bangunan itu. Bukan pula karena strategi pelarian film-film remaja yang mereka contek mentah-mentah berhasil. Tidak. Mereka masuk karena seseorang yang jauh lebih cerdas dan jauh lebih berkuasa, telah mengambil alih keadaan.

Bu Dara, guru BK yang dikenal memiliki insting setajam pisau cukur dan tatapan yang bisa membuat siswa paling keras kepala sekalipun mengurungkan niatnya, melangkah mendekati pagar depan dengan langkah tenang dan wajah yang sulit ditebak. Di balik kacamatanya yang tipis berbingkai hitam, matanya menatap dua siswi yang tampak gelisah: Nadya dan Dilla. Keduanya berdiri di balik semak pagar, bersandar pada dinding luar seperti penjahat kecil yang tertangkap basah sebelum sempat melakukan kejahatan.

Tanpa banyak tanya, Bu Dara berbicara pelan pada Pak Satpam, dan dalam waktu kurang dari dua menit, gerbang besi itu terbuka. Dilla dan Nadya masuk bukan sebagai penyusup, tapi sebagai siswi sah yang diantar langsung oleh guru BK mereka sendiri, lengkap dengan tatapan kosong penuh tekanan yang membuat siapa pun tak berani melawan.

Sementara itu, Althea yang sejak tadi berada di halaman sekolah, memandangi tembok tempat dirinya hampir memanjat. Napasnya masih sedikit terengah, bukan karena kelelahan fisik, tapi karena mental yang mulai terkikis. Ia tidak melawan. Hanya diam. Dan ikut melangkah ketika Bu Dara mengarahkan mereka ke satu tempat yang sangat familiar dan sangat ditakuti siswa yaitu ruang BK.

Di dalam ruang BK yang sejuk oleh pendingin ruangan, suasana justru terasa panas dan penuh tekanan. Mereka duduk berjejer di hadapan meja kayu besar yang permukaannya dilapisi kaca bening, memantulkan wajah-wajah cemas mereka sendiri. Tumpukan map berlabel "Data Siswa" kalender motivasi, dan beberapa rak buku berisi teori psikologi perkembangan remaja berdiri tegak di sisi ruangan. Di pojok kiri, tanaman lidah mertua berdiri kaku, seolah menjadi satu-satunya saksi bisu yang memahami betapa tegangnya situasi ini.

Bu Dara berdiri dengan kedua tangan bersedekap di dada. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya tajam seperti hendak menembus lapisan kulit. Ia menatap mereka satu per satu, dari ujung rambut hingga ujung sepatu.

"Kenapa kalian bisa terlambat sekolah?" tanyanya, tanpa nada basa-basi. Hanya tanya, singkat, jelas, dan padat. Tapi tekanannya membuat ruangan itu seolah kehilangan oksigen.

Ketiganya diam. Hening. Hanya terdengar detak jam dinding dan suara AC yang menderu pelan. Mereka saling melirik, seolah menunggu siapa yang akan dilempar ke medan perang lebih dulu.

Tatapan Bu Dara berhenti pada satu wajah. Althea.

"Althea?" ucapnya tegas. Nada suaranya bukan bertanya, melainkan memerintah.

Althea yang duduk di tengah perlahan mengangkat wajah. Rambutnya yang tersimpan rapi dalam hijab sedikit bergerak saat ia menghela napas. "Saya, Bu?" ujarnya ragu. Matanya mencari-cari petunjuk, berharap ini hanya pertanyaan basa-basi.

"Yang namanya Althea, angkat tangan." Nada Bu Dara seperti sedang melontarkan humor tipis, tapi wajahnya tetap tak berubah. Datar. Tegas.

Althea sempat mengernyit bingung, tapi mengikuti juga. Ia mengangkat tangan kanan setinggi bahu, lalu menjawab dengan sedikit semangat palsu, "Saya, Bu!"

Bu Dara mengerjapkan mata cepat. "Jangan keras-keras. Saya nggak budeg. Dan saya juga udah tahu kalau kamu Althea."

Althea menunduk sebentar, bibirnya bergerak kecil. Gumaman itu nyaris tak terdengar, tapi cukup jelas untuk seorang guru dengan telinga terlatih.

"Udah tahu pake nanya."

Bu Dara memicingkan mata, tajam. "Saya nggak budeg, ya, Althea."

Althea sontak mengangkat alis. Matanya bulat menatap guru itu dengan wajah polos. "Siapa yang bilang kalau Bu Dara budeg? Nggak ada yang ngomong deh, Bu."

Seketika, nada suara Bu Dara berubah. Meninggi, namun tetap terkendali.

Lihat selengkapnya