Lintang bangkit dari kursi kayu. Di taman belakang rumahnya, tersedia meja serta kursi. Tempat membuat lelaki itu betah ketika mengerjakan naskah novel yang sedang ia tulis. Arah jarum jam sembilan terdapat meja berbentuk lingkaran. Di atasnya tersedia mesin kopi, susu bubuk coklat serta minum sasetan lainnya. Sedangkan di sebelah kanan pada meja tersebut tersedia kulkas kecil. Sehingga Lintang bisa minum dan makan tidak perlu ke dapur.
Karena cuaca hari ini tidak terlalu panas. Matahari mulai terhalang oleh awan serta hari semakin sore. Lintang ingin membuat susu dingin sebagai teman ketika ia mengetik cerita. Setelah selesai, ia kembali melanjutkan cerita kembali.
Mayra tersenyum ramah ke penjaga rumah Lintang. Mayra tidak bisa membayangkan bila ia berada di posisi pria itu. tinggal sendirian di rumah. Bahkan Mayra sendiri pun tidak tahu alasan kenapa Lintang tinggal sendiria. Sebab, kekasihnya tidak pernah memberitahu tentang keluarganya. Termasuk alasan kenapa dia tinggal sendirian. Dari awal menjalin hubungan. Lintang tidak membahas keberadaan kedua orang tuanya jarang berada di rumah. Waktu itu Mayra pernah bertanya. Lintang hanya smembalas dengan cara mengalihkan pembicaraan.
Ia ke sini tidak memberitahukan Lintang membuat perempuan tersebut bingung sendiri di mana keberadaan pria itu. Baru saja kaki menginjak anak tangga satu, Mayra melihat dari arah belakang. Lintang duduk sambil megetik. Ia kira, Lintang ada di kamarnya. Mayra tidak jadi naik tangga. Melainkan menghampirinya.
Dengan langkahan kaki pelan sambil berusaha menahan ketawa. Lintang berkata, ''Udah, enggak usah pelan-pelan gitu jalannya.''
"Yah, ketahuan!" gerutu Mayra, pipinya mengembung.
Lintang menoleh ke belakang. "Udah makan, belum?''