Minggu kemarin karena dirinya ke sini tanpa persiapan apapun. Hanya membawa tas slempang yang didalamnya hanya terdapat sisir, parfume, charger, dompet dan ponsel. Mayra tidak membawa barang banyak, membuat gadis itu tidak perlu mengkemasi terlebih dahulu. Om Sigit masuk ke kamar Velika. Kedua tangannya terdapat dua kantung plastic berlogo nama Mall di Bandung. ‘’Saya membelikan pakaian untuk kamu. Velika yang memilih ini semua.’’ Kemudian ia letakan di atas meja.
Mayra menoleh ke Velika, Kakaknya asik menyisir rambut. Seketika menghentikan gerakan tangan dari atas ke bawah secara teratur. ‘’Makasih, Kak.’’
Kalimat terakhir Mayra dibalas dengan dicihan pelan. ‘’Lo panggil gue enggak usah embel-embeL Kak. Kita beda bulan doang.’’ Diberi penekanan pada kalimat bulan.
Om Sigit tersenyum. Walaupun Mayra belum bisa menerimanya. Tapi ia bersyukur karena Mayra mau menerima kehadiran Velika. ‘’Kamu yakin di jemput sama Kak Prilon?’’ Kak Prilon tidak bisa nginap seperti Mayra. Karena memiliki tanggunggan yang tidak bisa ditinggalkan.
‘’Iya. Kak Prilon sendiri yang bilang ke aku. Kak Prilon chat aku dari hari pertama,’’ Mayra berusaha membalas dengan nada penuh keyakinan. Agar Pria mengenakan kaos santai tidak menanyakan hal yang sama berkali-kali. Andaikan pertemuan berlangsung lama. dilakukan dari dulu. Pasti, yang dirasakaan sangat menyenangkan. Tidak ada pertanyaan selalu merantai di kepalanya membuat Mayra merasa terganggu setiap kali ingin mengetahui alasan Mamah meninggalkannya.
Di hari ke lima setelah Rana dimakamkan. Om Sigit duduk di kursi meja makan. Velika berada di sebelah kanan Mayra. Mereka duduk saling berhadapan. Yang Mayra rasakan seperti ketika ia pulang larut malam kemudian di introgasi Kak Prilon. Bedanya hanya kini yang duduk di hadapannya Om Sigit, pria usia kepala empat telah menjadi Ayahnya. ‘’Pasti hal yang pertama ingin kamu ketahui, kenapa Mamah kamu—’’