Caca datang ke rumah Mayra telebih dahulu, setelah itu baru ke rumah Lintang. Mereka diantar oleh Kak Prilon. Nyawa Mayra belum terkempul secara sepenuhnya. Entah sudah berapa kali bibirnya terbuka karena menguap. Semalam, ia baru sampai di rumah jam sebelas malam. Dirinya tak menyangka tadi malam sangat macat. Di sebalahnya, ada Caca sama seperti Mayra. Sama-sama menahan ngantuk. Pagi ini Kak Prilon bagaikan asisten pribadi dua gadis SMA. Satu koper berukuran besar serta tas ransel kecil dimasukan ke dalam bagasi mobil oleh Kak Prilon. Kemudian milik Caca ia masukan secara bergantian. Tante Olivia baru selesai bikin nasi goreng, menghampiri mereka ber dua. Perempuan tersebut memberikan empat kotak makan dengan warna yang berbeda di dalam paper bag. ‘’Tante buatkan untuk bekal. Jangan lupa dimakan, ya.’’
Mayra tersenyum tipis kemudian membalas, ‘’Makasih, Tan.’’ Sambil menerima paper bag tersebut.
‘’Aduh, Tan. Maaf ya ngerepotin gini,’’ tambah Caca tersenyum canggung. Masalahnya. Ia jarang sekali bertemu Tante Olivia dan hal tersebut membuat Caca merasa kaku bila berbicara dengan perepuan dewasa itu.
‘’Nanti yang nyetir. Punya SIM, kan?’’ Kak Prilon masuk ke dalam percakapan mereka.
Mayra berusaha menghilangkan rasa ngantuknya. Biasanya jam lima pagi. Ia masih bergelumut dengan selimut. ‘’Rengli sama Lintang punya SIM, kok.’’
‘’hati-hati, ya. Kabarin Tante atau Kakak kamu jangan lupa. Ponsel kamu jangan dimatikan juga. Terus kalau udah ngantuk jangan dipaksakan melajutkan perjalanan. Istirahat dulu di rest area.’’