Suasana di perjalanan pulang tak beda jauh dari pemberangkatan ke Solo. Di dalam mobil, selalu rusuh, terutama Rengli dan Caca duduk di kursi tengah sedang merebut minuman Fanta. Padahal beli empat Fanta. Karena milik pria menggunakan jaket Lintang sudah habis. Alhasil, ia meminta milik Caca yang hanya menyisakan setengah. ‘’AH ELAH! INI NAMANYA BUKAN MINTA! TAPI NGAMBIL!’’ seru Caca kesal.
‘’Yaila pelit banget!’’ sahut Rengli tidak mau mengakui kesalahannya.
Mayra dan Lintang saling ber bisik di bangku depan. ‘’May, kita kaya orang tua mereka ya? Dengerin anak-anak berantem.’’
Rengli mendengar percakapan mereka, memutar mata malas. ‘’Sebentar, Pak. Gue enggak mau jadi anak kalian ber dua!’’ candaan mereka tak berhenti begitu saja. Satu sama lain saling sahut-sahutan. Lebih tepatnya Lintang dan Rengli melontarkan ucapan membuat suasana menjadi ramai. Perjalanan pulang tidak banyak berhenti seperti apa yang dilakukan ketika berangkat ke Solo. Karena mereka semua ingin cepat tiba di rumah, istirahat di tempat tidur kesayangan. Lintang melirik ke Mayra sedang menatap ke luar jendela. Ia berdeham singkat kemudian mmembuka awal percakapan, ‘’Suka enggak? Sama perjalanan kita??’’
Secara otomatis Mayra tersenyum karena pertanyaan Lintang. ‘’Suka banget. Kalau bisa, lain kali kita jalan lebih lama. kan ini kita dua belas hari.’’
Caca ikut menyaut, ‘’Setelah wisuda aja kita jalan lagi, yang lebih jauh. Ke Bali?’’
Mayra menoleh ke belakang. ‘’Gue kira, lo udah tidur, Ca’’ ia mengira Caca sudah tidur, sebab tidak ada suara di kursi belakang. Bahkan Rengli sudah tertidur lelap. Bibirnya terbuka sedikit menimbulkan suara dengkuran kecil. Tak heran. di antara mereka semua. Rengli lah yang gampang tidur.