Empat tahun sebelum kematian Ryu.
“Woy tunggu!” seorang pria berbadan tegap atletis berlari memanggil ketiga temannya yang sedang berjalan disebuah koridor kampus.
“Wuidih, udah balik lo Vin?” tanya salah seorang pria diantara ketiga orang yang terpanggil.
“Udah dong, nih gua bawa oleh-oleh buat kalian.” Pria bernama Kevin itu menjulurkan satu tas kertas besar ke arah Yudis.
“Asik! Thank you Kevin!” Amanda nampak tersenyum lebar melirik isi di dalam tas kertas yang Yudis pegang.
“Wuih apa aja nih?” tanya Yudis.
“Ada cokelat, permen, biskuit bagi rata deh. Terus ada juga tuh kaos yang putih buat lo, yang pink buat Amanda dan yang biru buat Ryu.”
Mereka berempat adalah Ryu, Kevin, Yudis dan Amanda. Empat sekawan yang bersahabat sejak pertama kali masuk kampus jurusan Public Relations di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Jakarta.
Kevin merupakan anak seorang pilot dan dokter, kedua orang tuanya rutin membawanya liburan ketika sedang cuti setidaknya dua kali dalam setahun. Kevin merupakan anak tunggal dari keluarga berada dan berpendidikan. Sementara Yudis merupakan anak rantau asal Yogyakarta. Tak kalah tajir, kedua orang tuanya merupakan pengusaha batik di sana, Amanda yang satu-satunya wanita dalam kelompok tersebut merupakan gadis cantik keturunan Jerman-Indonesia. Papahnya adalah seorang General Manager di salah satu jaringan Hotel Internasional di Jakarta dan Ibunya adalah pribumi yang memilih mengurus rumah tangga. Ryu merupakan sosok paling pendiam diantara keempatnya. Kedua orang tuanya merupakan pegawai swasta di salah satu perusahaan telekomunikasi di Jakarta.
Keempatnya begitu dekat karena memiliki kecocokan dalam visi dan misi sebagai mahasiswa serta selalu klop jika harus berbicara panjang lebar satu sama lain dalam topik apapun.
Ini hari pertama keempatnya bertemu kembali di kampus setelah libur akhir semester. Kevin baru saja pulang liburan dari Jepang saat itu.
“Enak banget sih ini biskuitnya.” Amanda menyantap biskuit susu asal Hokkaido dengan lahap.
“Besok aku bawa lagi deh Man, kalau kamu suka.” Tawar Kevin sambil terus memandangi Amanda.
“Makasih Vin.” Ryu mengambil beberapa oleh-oleh dan memasukan ke dalam ranselnya.
“Yoi, sama-sama bro!” jawab Kevin.
“Ke kantor jurusan yuk, biar cepet beres kita lapor KRS terus jalan deh.” Ajak Yudis.
“Yuk buruan, beres KRS kita ke Mall yuk!” ajak Amanda.
Keempatnya lekas bergegas menuju kantor jurusan.
Hari itu mereka ke kampus hanya untuk mengisi kartu rencana studi untuk semester mendatang dan memang berencana bertemu bersama untuk sekedar hangout bareng seusai KRS di kantor jurusan.
“Semester terakhir nih, tinggal skripsi ga kerasa banget deh,” mulai Amanda kala keempatnya sudah selesai menyerahkan kartu rencana studi.
“Intensitas ketemu di kampus juga kayanya bakal jarang deh,” jawab Yudis.
“Sesekali skripsian bareng di kafe kan bisa,” usul Kevin.
“Kalau gw kayanya bakal sering di rumah atau perpus paling ke kampus buat ketemu dosen aja.” Ryu ikut menimpali.
“Kalau dosen pembimbing kita sama kerjain bareng ya Ri.” Amanda melempar senyum manisnya ke arah Ryu.
“Boleh.” Ryu membalas senyum Amanda.
“Berdua aja?” tanya Kevin sinis.
Kevin memiliki perasaan suka terhadap Amanda namun tidak pernah ia ungkapkan karena takut merusak persahabatan mereka. Sementara Amanda, ia menyimpan rasa terhadap Ryu kala Ryu sama sekali tidak tahu.
Hari-hari mereka lalui dengan baik memasuki semester akhir. Proposal skripsi keempatnya juga sudah disetujui oleh masing-masing dosen pembimbing. Amanda mendapat dosen yang sama dengan Kevin sedangkan Yudis dengan Ryu. Mereka mencari data dan menganalisanya dengan baik karena pada dasarnya keempatnya merupakan mahasiswa yang cerdas.
Suatu sore seusai bimbingan di kampus, Kevin mengajak Amanda untuk makan malam bersama. Tanpa di sangka di dalam mobil seusai makan malam, Kevin menyatakan perasaannya kepada Amanda namun Amanda menolaknya.
“Kamu kenapa nolak aku?” tanya Kevin.
“Enggak apa-apa, kita ini udah sahabatan hampir 4 tahun, aku bener-bener menganggap kamu sebagai sahabat baik aku.” Jawab Amanda.
“Kamu takut kalau persahabatan kita beda? Aku yakin Yudis dan Ryu ga akan masalah,”
“Iya tau tapi aku memang ga bisa Vin,”
“Kalau Ryu yang nembak kamu, kamu bisa?”