Perjalanan Ke Neraka

Pebriyatna Atmadja
Chapter #6

#6 Petrikor

Perawat mulai merapikan jenazah Ryu saat ini, jasadnya akan dipindahkan ke ruang tunggu jenazah sebelum dibawa ke rumah duka. Beberapa anggota keluarga mulai pulang dan menunggu di rumah duka. Amanda tidak kuat jika harus melihat jenazah Ryu untuk terakhir kalinya. Dia memilih untuk menunggu di luar hingga Ryu siap dibawa pulang.

Gerimis mulai turun kala Amanda berdiri menatap langit di depan rumah sakit tersebut. Bau alami tanah yang terbasahi air hujan membangkitkan memori yang sangat indah bagi Amanda. Sebelum hari wisuda dua tahun lalu, Amanda dan Ryu sama-sama pergi untuk melakukan reservasi foto keluarga di salah satu studio ternama. Sepulangnya mereka dari studio foto tersebut, hujan turun secara tiba-tiba. Ryu yang membonceng Amanda pulang dengan sepeda motornya lekas menepi. Kala itu mereka menepi di sisi jalan tepat di bawah sebuah halte bus. Hari itu Ryu tidak berhenti tersenyum, ia terus menghirup udara kala itu. Ryu menyukai petrikor, harum alami hujan yang membasahi tanah kering.

Mereka berbagi banyak kisah, saling bercerita tentang mimpi masing-masing dan apa yang akan keduanya lakukan selepas lulus nanti. Amanda ingin menjadi PR handal di salah satu perusahaan besar sedangkan Ryu ingin menjadi penulis yang berhasil. Momen tersebut bagi Amanda sangatlah berarti. Ia masih ingat seperti apa raut antusias dan senyum yang tidak lepas dari wajah Ryu kala itu. Namun kini, sosok itu sudah pergi untuk selamanya sebelum mimpinya terwujud.

“Manda.” Suara seorang pria menyadarkan Amanda dari lamunannya.

Amanda menoleh ke arah panggilan tersebut.

“Kevin..” sahutnya spontan.

Kevin datang dengan raut wajah yang terlihat murung dan sedih.

“Aku langsung ke sini setelah baca pesan kamu tadi di grup.” Jelas Kevin.

“Ryu.. udah meninggal Vin, sekarang jenazahnya sedang dipersiapkan untuk dibawa ke rumah duka.” Terang Amanda.

“Iya, aku turut beduka cita yang sangat dalam.” Kevin menunduk lesu.

Amanda mulai meneteskan air matanya lagi, ia tidak dapat membendung kesedihan yang teramat dalam.

“Bahkan kota ini ikut menangis melepas kamu Ri.” Amanda menatap hujan yang semakin deras.

Kevin mendekat dan mengelus bahu Amanda dengan lembut. Amanda tidak kuat menahan kesedihannya. Ia menangis sejadi-jadinya kala Kevin menyandarkan kepala Amanda di bahunya. Kevin tahu persis, sahabat dan wanita yang ia cintai saat ini butuh tempat untuk bersandar melepas lara. Saat ini di benaknya, Ia hanya ingin menjadi sahabat yang setidaknya dapat menjadi penopang bagi Amanda.

“Enggak apa-apa Man, kamu boleh nangis tapi kamu harus tetap kuat. Ini sudah menjadi takdir Tuhan.” Kevin berusaha menguatkan Amanda.

Amanda tahu dia tidak bisa berlama-lama bersandar di bahu Kevin, ia perlahan mengusap air matanya dan perlahan mundur.

“Yudis datang kan?” Amanda bertanya pada Kevin.

“Iya, katanya sekarang dia mau flight kesini, mungkin nanti malam sampe.” Jawab Kevin.

Lihat selengkapnya