Untuk apa aku di ciptakan
Hai … Namaku Heln Patricia ….
Udara sore sangat cerah, secerah hariku saat ini. Kurang dari 12 jam lagi usiaku genap 17 tahun, usia yang sudah cukup dewasa. Alangkah bahagianya di katakan dewasa, tidak ada lagi embel anak-anak, dapat melakukan apapun yang aku mau.
Tidak ada pesta atau acara apapun, segala doa dan syukur aku panjatkan kepada Tuhan. Atas semua yang telah Tuhan berikan kepadaku.
Tentu bukan satu kebetulan. Tuhan menciptakan aku kedunia ini, ada tujuan dan konsekwensinya, ada misi dan orientasinya. Entah bagaimana kehidupanku kedepannya nanti, semua masih menjadi rahasia Tuhan.
Sebagai orang yang sudah dewasa tentu aku harus tau dan mencari tau untuk apa aku di ciptakan.
Aku baru saja menulis sebaris kalimat di aplikasi medsos. Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasiku, tanpa menutup laptop. Aku beranjak menuju pintu, rupanya Mama memanggilku untuk makan.
“Sedang apa Ci?” tanya Mama -Cici adalah panggilanku di rumah yang artinya kaka- seraya memiringkan kepala untuk melihat ke dalam kamarku,
“Sedang nulis-nulis aja, Mah. Ada apa?” tanyaku.
“Apa kamu tidak lapar?” aku menjawab dengan menggelengkan kepala. Membuat rambut sebahuku ikut bergerak.
“Sejak pagi kamu tidak keluar kamar, bahkan untuk sekedar makan siang,” lanjut Mama.
“Kalau aku sudah merasa lapar, pasti aku akan keluar untuk makan, Ma ..., tidak perlu khawatir seperti itu” jawabku.
“Mama mau ke rumah Ibadah mungkin pulang agak malam. Kamu hati-hati di rumah ya,” ujar Mama. Aku pun kembali mengangguk untuk meyakinkan.
Sebagai orang Nasrani yang taat. Mama dan Papa, tidak pernah melewatkan ibadahnya sedikitpun. Sementara aku? Aku bukan anak yang nakal, pun bukan anak yang baik soal ibadah.
Selepas kepergian Mama. Aku kembali berkutat dengan media sosialku. Ada notif pesan di medsos aku pun segera meng-klik-nya.
“Hai… Heln, apa kabar?” sapa salah satu teman medsosku via massanger.
“Hai… Icha, aku baik, bagaimana dengan kabarmu?” jawabku kepada Anisa, yang biasa kupanggil -Icha-
Obrolan kami selalu seru dan tidak membosankan, meski kami belum pernah bertemu wajah tapi aku yakin Anisa. Si gadis berhijab itu orang yang sangat ramah.
Ending dari obrolan on line kami kali ini berakhir dengan tawaran Anisa untuk berkunjung ke kotanya, awalnya aku menolak mengingat jarak kami sangat jauh. Aku di kalimatan -tepatnya singkawang- dan Anisa berada di jakarta.