Perjalanan Menggapai Ridha sang Illahi

Violet Senja
Chapter #3

Chapter #3 Liburan Berujung Syahadat

 

Aku terbangun pagi ini. Sinar matahari menerobos masuk lewat ventilasi udara. Kuraih ponsel untuk melihat waktu. “Sudah pukul 8:30” bisikku.

Aku bangun dan berdiam sejenak. Lagi-lagi kulirik Alquran yang telah mengusik ketenanganku. Kutarik nafas dalam sebelum benar-benar beranjak dari tempat tidur, saat aku membuka pintu kamar. Enyak sedang menata meja makan.

Udeh bangun Neng?” sapanya.

“Pagi Nyak,” sapaku, sapaan yang biasa kuucapkan kepada mama saat di rumah. Enyak hanya tersenyum melihatku.

“Icha di mana Nyak?”

“Icha, di depan sama babe, rencana mau ke kandang kambing siang ini. Neng mau ikut?”

“Kandang kambing? Untuk apa?”

“Beberapa hari lagi Idul Adha, Neng. Jadi si Icha sama babe mau pilihin dah tuh ambing-kambing yang cocok untuk hewan qurban,” papar enyak menjelaskan pertanyaanku.

Setelah sarapan bersama. Anisa dan babe menyertakan aku ke kandang kambing milik mereka. Jaraknya tidak terlalu jauh. Kambing-kambing mereka di rawat oleh warga setempat. Kampung kecil di pinggiran kota jakarta itu memang tidak terlalu luas.

“Untuk apa kambing-kambing ini?” tanyaku dan Anisa memebrikan penjelasan yang sama seperti yang di bilang enyak pagi tadi.

“Apa makna dari semua itu?’

“Di dalam agama islam, sesuai dengan isi Alquran. Jika semua yang kita miliki di dunia ini tidak mutlak milik kita. Sejatinya semua milik Allah, dengan berkurban kita belajar ikhlas. Iklhas dalam konteks memberikan apa yang menjadi hak mereka yang ada pada diri kita,” panjang lebar Icha menjelaskan semuanya.

“Maksudnya?”

“Di dalam rejeki kita yang berlebih ada hak mereka, seperti fakir miskin salah satunya,” lanjut Anisa.

“Apakah aku bisa ikut berkurban?”

“Siapa saja bisa ikut berkurban, selama orang tersebut memiliki kelebihan rizki.”

Akhirnya aku membeli satu kambing untuk di jadikan hewan kurban saat Idul Adha nanti. Seorang ustadz menjelaskan kedudukan aku sebagai non-muslim jika ikut berkurban.” Boleh-boleh saja, hanya sebagai sedekah biasa, bukan berkurban dalam arti seperti orang-orang muslim,” ujar sang ustadz kala itu.

“Apakah aku akan mendapat pahala kebaikan seperti yang Icha ceritakan?” tanyaku penasaran.

“Urusan pahala dan dosa kita serahkan kepada yang Maha kuasa, karena itu bukan ranah kita,” ucap ustadz tersebut. Namun hal itu tidak menyurutkan niatku untuk menyembelih kambing dan di bagikan kepada fakir miskin.

Menjelang Idul Adha aku mengikuti semua kegiatan di dalam keluarga Anisa termasuk turut berpuasa dua hari sebelum idul adha.

Momen Idul Adha kembali menggetarkan hatiku. Lautan orang-orang yang berkumpul di lapangan dengan baju sholat berwarna putih. Aku begitu nyaman berada diantara mereka. Ada kedamaian yang belum pernah aku rasakan di sini.

Momen itupun aku abadikan. Aku mengambil fhoto selfi dengan baground orang-orang yang sedang sujud. Lapangan hijau itu berubah seketika menjadi putih.

Aku mengirim fhoto selfiku ke papa dan papa hanya membalas denga emot senyum dan kiss. Aku tersenyum membuka balasan pesan dari papa.

 

Takbir masih berkumandang dari masjid dekat rumah Anisa saat aku mengutarakan keinginanku.

“Cha… aku ingin belajar tentang Islam,” ucapku, setengah berbisik.

Lihat selengkapnya