Aku mulai gelisah sepanjang perjalanan, rasa bingung mulai menghantuiku, apa yang akan terjadi di rumah nanti. Apa yang harus aku lakukan. Jika Mama dan Papa tahu tentang apa yang sudah aku lakukan. Mereka pasti akan marah.
Papa dan Mama menjemputku di bandara pontianak. Perjalanan kami menuju singkawang cukup memakan waktu dan aku lebih banyak diam, hanya menjawab setiap pertanyaan dari mereka seputar liburan di rumah Anisa.
Setiba di rumah aku pamit untuk istirahat ke kamar. “Mama ada acara di rumah kawan Papa, kamu tidak apa sendiri di rumah?” Tanya Mama sebelum aku beranjak.
“Iya, Mah. Tidak apa, Mama sama Papa pergilah,” ucapku.
“Untuk makanan semua sudah Mama hidangkan di meja. Makanlah tidak perlu menunggu Mama dan Papa pulang,” lanjutnya, aku hanya mengangguk, lalu berjalan menuju kamar.
Kubaringkan tubuh di atas ranjang. Pikiranku jauh melayang, seakan menembus batas dimensi waktu yang panjang. Kuraih fhoto di atas nakas sisi tempat tidurku. “Mah, Pah … aku menyayangi kalian, tapi aku memiliki keyakinana yang berbeda, apakah kelak kita akan berpisah karena ini?” Ucapku lirih, tidak terasa air mataku mengalir membashi bantal yang menjadi penyangga kepala.
Jauh kudengar suara adzan. Biasanya aku tidak pernah menghiraukan suara panggilan itu, tapi kali ini, mendengar seruan itu hatiku bergetar. Aku merasakan jika panggilan itu di tujukan untukku.
Aku beringsut dari tempat tidur melangkah ke kamar mandi membasuh bagian-bagian tubuhku untuk berwudhu. Setelah itu, aku mengeluarkan sajadah dan mukena pemberian orang tua Anisa. Kupasang kompas untuk menunjukan arah kiblat, karena aku tidak tahu ke arah mana kiblat dalam kamarku.
Aku belum terlalu hafal dengan bacaan-bacaan dalam sholat, karenanya aku memasang handset di telinga sambil melakukan gerakan sholat. Empat rokaat sholat dzuhur sudah aku lakukan di dalam kamar, dengan linagan air mata aku berdoa semampuku. Mengeluarkan keluh kesah dan keresahan hati sejak aku tiba di rumah.
Ada perasaan lega dan ringan dalam hati setelah aku melakukan semua itu, perasaan yang sulit aku gambarkan. Aku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.
Tiba-tiba perutku mulai terasa lapar, aku beranjak ke meja makan di mana Mama sudah mempersiapkan semuanya.
Kuperhatikan hidangan di atas meja. Ayam goreng, balado kentang, kerupuk udang dan gulai kikil. Aku hanya memakan ayam goreng dan balado kentang. Gulai tidak aku sentuh, karena aku tidak tahu kikil apa yang Mama masak. Makanan halal dan haram mulai menyita perhatianku, selain untuk kesehatan, keyakinanku saat ini melarang menyantap makanan yang belum jelas kehalalannya.
****
Sudah hampir dua bulan aku menjalankan keyakinan sebagai seorang muslim. Ibadah kulakukan secara diam-diam. Anisa intens menghubungiku untuk memberikan masukan-masukan seputar ilmu agama.