Kufokuskan hari-hariku hanya untuk membaca dan berdzikir, agar ujian akhir semester berjalan lancar dan lulus dengan nilai yang baik, lalu segera kembali ke Tanah Air.
Tiba masanya aku harus kembali ke Tanah Air. Satu moment yang sangat aku rindukan. Namun, sebelum kembali ke Indonesia aku dan beberapa teman, pergi menunaikan ibadah haji terlebih dahulu. Itu pun, atas usulan Umi Maryam, selagi masih ada di Timur Tengah jadi dari segi ongkos pun akan lebih murah dan lebih ringan. Untuk bebrapa bulan pasca ujian aku masih stay di Tareem hingga musim haji tiba.
Keberangkatanku ke Tanah suci tidaklah sendiri ada beberapa teman yang juga turut ambil haji sebelum kembali ke Negri masing-masing.
Tepat di tanggal 8 djulhijah, aku dan rombongan pelajar putri bertolak ke Madinah dari tempat kami tinggal selama di Mekkah. Untuk melaksanakan sunnah haji yaitu menginap di Mina pada malam arofah. Aku satu-satunya anggota yang berasal dari Indonesia, sementara teman-temanku ada yang berasal dari bangladesh, Oman, Turki, Yaman, dan banyak lagi dari negara-negara yang lainnya. kami menempati satu tenda yang berjumlah sekitar 200 orang jamaah.
Serangkaian ibadah haji kami jalani satu persatu, dimulai daru wukuf di Arofah, Thowaf, Sa’i hingga melampar jumroh. Benar-benar membawaku kepada lelah fisik yang teramat sangat.
Ketika kembali ke Mina untuk Mabit hari Tasyrik (Bermalam di tanggal 11,12,13, Djulhijah) tak lagi kupedulikan rasa lelah yang mendera. Khusyukku dalam beribadah di awali dengan sholat taubat. Begitu dalamnya rasa penyesalan atas diri yang tidak bisa menjaga pandangan saat berada di bukit Jabal Rahmah. Terlintas bayangan sosok yang kulihat saat di Bukit bersejarah tempat di mana bertemunya Adam dan Hawa di atas takdir Allah.
Sosok Iqbal, benar-benar nyata dalam pandanganku. Meski tak berani aku untuk menyapanya, tapi ada secerca harap dalam khayal akan sebuah pertemuan yang Allah ridhai. Harap seorang manusia pendosa. Cucuran air mata dalam sholat dan doa memohon mapunan. Melawan rasa lelah dan kantuk. “Ya, Allah…. Aku manusia yang penuh dengan dosa, memohon ampuanan atas apa yang tersurat dan tersirat di hati ini,” bayangaan akan murka Allah, membuat derasnya air mata sepanjang malam. Hingga lampu-lampu dalam tenda menyala saat dini hari. Mulai banyak jamaah yang menunaikan sholat tahajud.
Aku terus melantunkan doa dan dzikir hingga adzan subuh tiba. Selepas sholat subuh, mataku mulai nanar, pandangan menjadi tidak jelas, pertanda rasa kantuk mulai menyerang. Aku beringsut dari simpuh, sejenak kubaringkan tubuh yang mulai terasa lelah dan perlahan mataku mulai terpejam.