Tiga hari setelah pembicaraanku dan Papa sore itu. Kami pergi ke pondok pesantren Kiayi Abdullah. Setiba di sana, Papa berjalan menuju masjid sementara aku pergi menuju kamar yang telah lama kutinggalkan. Siang ini sinar Matahari begitu lembut. Tidak terik, pun mendung. Keteduhan menaungi pondok yang tidak banyak berubah dari sejak awal aku meninggalkannya, hanya santri-santri berwajah baru yang kujumpai di sana.
Santri-santri baru itu tidak mengenal siapa diriku. Tatapan mereka seakan begitu asing menatap dan memperhatikanku tatkala aku melangkah menuju rumah Kiayai Abdullah.
“Assalamualaiku, Ustadzah Ajizah,” sapaku begitu melihat ustadzah Adjizah, yang turut memeprhatikanku bersama santri-santri bimbingannya.
“Waalikumssalam…,” ustadzah Ajizah menjawab salam seraya memperhatikanku dari ujung kepala hingga kaki. Wajar saja jika ia tidak mengenaliku, karena saat ini aku menggunakan busana syar’i lengkap dengan nikob yang menutupi seluruh wajah kecuali mata yang terlihat.
“Ustadzah, apa kabar? Ini aku Fatimah." Lanjutku, tersenyum sambil menyibak sedikit nikob.
“Limey!” Serunya terkejut lantas memelukku, “Kapan tiba di Indonesia? Kamu berubah sekali. Aku merindukanmu,” ucapnya sambil mengurai pelukannya. Ah! Ustazah Ajizah, sikapnya begitu manis terhadapku saat ini.
“Sudah satu minggu, hanya saja aku langsung ke Rumah Sakit dan di pondokan Papa,” jawabku seraya memegang kedua lengannya. Utadzah Ajizah lantas memperkenalkan siapa aku di Pondok Pesantran Kiyai Abdullah ini, kepada para santri baru.
“Oiya, bagaimana kabar Pak Chandra? Maaf kami tidak sempat menjenguk ke Rumah Sakit.”
“Alhamdulillah, Papa sudah jauh lebih baik, tidak mengapa Ustadzah, terimakasih. Yang terpenting adalah doanya.”
“Ustadzah, tambah cantik aja deh!” Bbisikku di telinganya. Ia terkekeh dan balas memujiku. Sampai kulihat Umi Maryam, keluar dari dalam rumah dan aku pamit dengan Ustadzah Ajizah untuk menemui beliau
Umi Maryam menggandeng tanganku menuju masjid, rupanya Papa dan Kiayi Abdullah sedang berbincang di sana. Masjid tanpa dinding yang berdiri kokoh di tengah area pesantren, memudahkan kita amelihat aktivitas di dalamnya meski dari jarak yang cukup jauh.