Perjalanan Menggapai Ridha sang Illahi

Violet Senja
Chapter #30

Chapter #30 Dua Jam Tiga Puluh Menit. Bismillah

 

Kiayai Abdullah dan umi Maryam, berkunjung ke Rumah Sakit tepat di hari ke empat papa di rawat. Lagi-lagi papa mengutarakan keinginannya untuk memeprcepat pernikahan aku dan gus Farhan, di hadapan mereka.

Tidak hanya itu, papa, menolak untuk tindakan operasi, dengan alasan ia tidak ingin ada benda asing yang terkubur dalam jasadnya kelak.

Hari berganti, semua sepakat dengan rencana mereka, pernikahan aku dan gus Frahan di percepat. Pada lain waktu aku meminta ijin kepada papa untuk bertemu gus Farhan. Papa menyetuji dengan alasan, agar aku dan gus Farhan dapat saling mengenal.

akhirnya saat ini aku sedang menunggu gus Farhan di sebuah kafe dekat Rumah Sakit. Kurang lebih, lima belas menit sudah aku menunggu dengan perasaan tak menentu.

Dari kejauhan kulihat laki-laki dengann postur tubuh tegap. Rambut rapih tersisir ke belakang. Hidung mancung dan rahang yang tegas. Busana casual ia gunakan. Terlihat lebih muda dari usianya yang berjarak lima tahun dari usiaku. Tidak nampak sedikit pun jika dia alah seorang Gus muda, pimpinan sebuah pondok pesantren.

Ia melangkah mendekati meja tempat kuberada. Mungkinkah dia adalah bagian dari kepingan puzzle yang menjadi pelengkap dalam hidupku.

Senyumnya mengembang seiring ucap salam yang keluar dari mulutnya, lalu mengeser kursi dan duduk berhadapan denganku. “Sudah pesan minuman atau makanan?” tanyanyaa seraya meraih buku menu di atas meja.

Aku menggeleng pelan, rasa canggung merayap di setiap tingkahku, aku yang mengajaknya bertemu. Ini kali pertama aku berhadapan langsung dengan sosok yang di gadang-gadang sebagai calon imamku.

“Gus, apa yang Gus pikirkann tentang aku?” tanyaku membuka percakapan.

“Sejauh ini apa yang saya pikirkan tentangmu hanya sebatas apa yang saya lihat dan saya dengar tentangmu,” ucapnya datar.

“Jauh sebelum aku menyandang gelar sebagai muslimah. Ada beberapa hal yang kontra dalam pikiranku tentang Agama ini.”

“Apa itu?”

“Busana syari yang di gunakan para wanita muslimah, menikah tanpa istilah berpacaran dan poligami,” gus Farhan tersenyum seakan menanti kelanjutan ucapanku.

“Dan sekarang semua nyata dalam hidupku. Di luar ekspekstasi, jika aku akan menjadi bagian dari apa yang selama ini menjadi teka-teki dalam hidupku. Satu demi satu aku mendapatkan jawaban yang nyata,” lanjutku.

Lihat selengkapnya