Perjalanan Menggapai Ridha sang Illahi

Violet Senja
Chapter #42

Chapter #42 Bahu Yang Hilang

 

 

Setelah melihat Gus Farhan, melalui vido call. Seluruh tubuhku terasa lemas seperti tak bertulang. Perutku mendadak keram, aku berteriak menahan nyeri. Jemariku mencengkram ujung meja dengan kencang.

“Fatimah? Ada apa denganmu!” Iqbar beringsut dari tempat duduknya dan menghampiriku. Aku segera mengangkat tangan, memberikan isyarat jika aku bisa menahan dan menangani kondisiku sendiri.

“Tolong panggilkan Dokter kandungan di sini,” ucapku sambil meringis menahan sakit yang luar biasa. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku. takbir, tahlil dan tahmid. Terus terucap dari mulutku.

Seorang perawat datang dengan mendorong kursi roda, lalu membawaku menuju ruang praktek dokter kandungan. Aku sudah tak sanggup untuk sekedar membuka mata. Lamat kudengar suara dokter meminta Iqbal untuk datang keruangannya.

“Bagaiaman kodnisinya, Dok,” ucap suara Iqbal, yang masih sangat kukenali.

“Dokter Iqbal, pasien harus segera tindakan, air ketuban sudah pecah karena kontraksi dini,” ucap dokter kandungann tersebut.

“Sepertinya, pasien mengalami stres dan tekanan yang sangat berat.” Kembali dokter tersebut berbicara.

“Dokter....” Panggilku lirih.

“Lakukan yang terbaik, selamatkan putraku,” ucapku tanpa membuka mata.

Belangkar tempat aku berbaring bergerak entah kemana, suara denyit roda dan bisikan-bisikan suster yang mendorongku tidak terlalu jelas terdengar. Aku hanya merasakan berada di ruangan yang sangat dingin, seraya menahan nyeri yang semakin merangsang ke seluruh otot-ototku.

Aku tidak lagi berpikir tentang apa pun, kupusatkan pikiranku hanya kepada Allah Swt. Hati dan bibirku terus membaca ayat dan dzikir. Aku tau posisiku sedang tidak baik-baik saja, sesekali kudengar suara denting benda seperti besi yang beradu. Entah apa yang sedang terjadi denganku.

Sepersekian jam aku tidak lagi merasakan apa pun. Hingga aku terbangun dari tidur, pertama kulihat sosok yang tak asing bagiku. Iqbal, untuk apa dia ada di sini, di mana suamiku.

“Gus…,” ucapku lirih. Iqbal, datang mendekat ke arahku, “Di mana suamiku?”

“Fatimah, kamu sudah siuman?” Iqbal berdiri di sisi tempat tidur.

“Di mana aku? Di Mana suamiku?” Tanyaku sekali lagi.

“Gus Farhan, masih di ruang rawat isolasi, dan kamu baru saja menjalani operasi caecar. Dokter terpaksa mengeluarkan bayi dalam kandunganmu,” ucap Iqbal, pelan.

Lihat selengkapnya