"Jika kamu ingin sukses dan mampu melewati semua halang rintang, bahagiakanlah orang tuamu. Jangan biarkan beliau bersedih. Restu dan ridlonya adalah jembatan terbaik menuju kesuksesan yang penuh berkah dan bahagia."
🌸
Sepanjang malam aku memeluk ibuku dengan erat. Kutatap wajah sendunya. Terlihat ibuku sangat lelah dalam lelap tidurnya. Banyak sekali raut wajah ibu yang kulewatkan selama ini. Aku membiarkannya terjaga sendirian setiap malam. "Maafkan aku, Ibu, sudah meninggalkan Ibu dalam kesendirian. Tidak pernah memberi kabar apapun. Pulang tanpa membawa apapun. Dan esok aku harus pergi lagi meninggalkan Ibu." - Aku terus menatap wajah sendu Ibu.
Rasanya mataku tak ingin terpejam sedetik pun. Ingin sekali kubawa ibu bersamaku. Tapi sepertinya ibu lebih baik tinggal di kampung untuk sementara waktu. Aku tak ingin memperlihatkan hidupku yang sengsara di tanah rantau pada ibu. Jika aku sudah mendapat pekerjaan yang selayaknya, aku akan membawa ibu tinggal bersamaku di kota. Ibu pasti akan senang. Malam ini, aku hanya ingin memeluk dan terus memandang wajah ibuku. Aku ingin mengingatnya saat pergi esok hari.
Langkahku terasa berat meninggalkan ibu dan rumahku untuk kedua kali. Kali ini aku harus berhasil menancapkan busur panahku tepat di tengah sasaran. Sekali pun tak bisa bertemu Damar lagi, aku harus tetap menjadi orang yang lebih baik. Kewajibanku adalah membahagiakan ibu. Aku harus berjuang lebih keras.
"Nduk, sekarang pun ibu masih belum bisa memberimu bekal yang cukup untuk perjalananmu. Ibu hanya bisa mendoakanmu. Semoga kali ini kamu benar-benar berhasil mewujudkan mimpimu, Nduk. Ibu tahu, kamu sudah berjuang tanpa lelah untuk mimpimu dan kebahagiaan ibu. Ibu akan selalu menunggumu datang. Rumahmu adalah ibu. Jadi, pulanglah pada ibu jika kamu lelah berjalan." - Ucapan ibu membuatku semakin berat melangkah. Aku menahan air mataku sekuat hati. Aku tidak ingin ibu bersedih mengantarku pergi. Aku ingin melihat senyum termanis ibu saat aku pergi. Senyum ibu adalah semangatku. Satu-satunya alasan aku harus kembali dan hidup di kampung.
🌸
Perjalananku kali ini terasa sangat berbeda. Ibuku sudah benar-benar memberiku restu dan keikhlasannya.
"Ibu, maafkan Ranum. Sampai detik ini ibu masih harus menunggu lagi. Busur panah Ranum masih belum tertancap tepat pada sasarannya. Bersabarlah sedikit lagi ya, Bu. Ranum akan benar-benar berjuang untuk kebahagiaan Ibu. Ranum berjanji akan memenuhi hidup ibu dengan penuh cinta. Seperti yang dinasihatkan Damar pada selembar kertas yang masih kusimpan ini. - Aku mengelurkan potongan kertas itu dari saku bajuku. Membacanya kembali berulang-ulang.