“Kau mau tiba-tiba menemuinya? Dia tidak bekerja di orang jahat kan?” tanya Rhu.
“Pak Karsam punya beberapa bisnis ilegal tapi dia dulu juga sering membantu ayahku. Aku rasa tak masalah jika aku hanya ingin bertemu. Rhu teringat jika ayah Arthur tewas di penjara. Tapi Arthur tak pernah bercerita terlalu panjang tentang ayahnya.
Mereka berdua kemudian meluncur ke daerah perbukitan, tempat salah satu rumah Pak Karsam. Di kota itu, Pak Karsam punya beberapa rumah. Rumah-rumah yang terlalu mewah, bahkan ada yang berlapis emas dindingnya.
Jalanan di sekitar perbukitan dipenuhi dengan rumah-rumah besar. Pemandangan yang sedikit berbeda dari di kota. Di sini bahkan tak ada pabrik dengan polusinya. Ini seperti tempat yang layak untuk dihuni, walau terlalu mewah jika dibandingkan dengan di kota Y.
"Di sini terlihat lebih bersih," ujar Rhu.
“Kau suka? Ini tempat orang-orang kaya.. yang menyengsarakan rakyat. Hahaha.. mereka yang membangun pabrik dan menyogok polisi.”
“Termasuk Pak Karsam? Aku takut dia memanfaatkan adikmu untuk bisnis ilegalnya..”
“Aku tak yakin. Semoga saja tidak.. dulu dia baik pada ayahku.”
Mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar tinggi. Rumah itu berlantai tiga dengan halaman yang rindang, penuh pepohonan dan tanaman hias. Ada dua penjaga yang terlihat berjaga di depan, memakai seragam berwarna cokelat gelap.
Seorang penjaga menghampiri mobil mereka. Terlihat ada pistol otomatis di pinggangnya.
“Siapa kalian? Ada urusan apa?”
Arthur keluar dari mobil. Rhu mengikutinya, keluar tanpa masker.
“Ah, Aku Arthur.. aku ingin bertanya apa ada pekerja yang bernama Harry di sini?”
“Harry? Apa urusanmu?”
“Aku dengar Harry bekerja di sini setelah keluar dari panti asuhan. Aku kakaknya, aku ingin bertemu dengannya. Aku datang dari jauh, dari luar kota.. aku hanya ingin menjenguknya sebentar.”
Penjaga itu lalu tertawa. Ia menertawakan Arthur.
“Harry seorang budak di sini. Dia tak bisa ditemui siapapun tanpa izin Pak Karsam,” ujar penjaga itu setelah puas tertawa.
“Budak?” tanya Rhu keheranan dengan kata itu. Ia tak menyangka praktik perbudakan masih dilakukan di sini.
“Pak Karsam menjadikannya budak?” Arthur kaget mendengarnya
“Ya.. begitulah istilahnya. Ia dibawa dari panti asuhan oleh seorang pria beberapa bulan lalu. Pak Karsam lalu membelinya.”
“Bisakah aku bertemu Pak Karsam?”
“Tak sembarang orang bisa bertemu dengannya. Kau harus menjadi orang penting dulu… Tenanglah, adikmu kudengar jadi budak kesayangan, hahaha..”
Arthur sebenarnya tak mengerti jelas apa maksud 'budak kesayangan'. Namun nada bicara penjaga itu seperti sedang meledek atau merendahkan. Ia jadi geram mendengarnya tapi ia tak mampu berbuat apa-apa. Arthur rasanya ingin menghajar penjaga itu.
“Arthur.. kita sebaiknya pergi dari sini. Jangan membuat masalah,” ujar Rhu.
Mobil mereka akhirnya kembali ke motel, ke area yang penuh dengan polusi. Beberapa truk-truk besar ikut berseliweran di tengah kota. Polusi pabrik dan asap kendaraan bermotor bercampur jadi satu, tapi orang-orang di sana terlihat biasa-biasa saja. Sementara itu Rhu kembali memakai maskernya, setelah mencoba tak memakai lalu batuk-batuk.
“Aku khawatir dengan adikku..” ujar Arthur.
“Aku mengerti..” kata Rhu. Ia memandang ke arah temannya yang sedang menyetir. Wajah Arthur terlihat cemas dan geram sekaligus setelah tahu adiknya dijadikan budak. Menjadi budak berarti bisa diperlakukan semena-mena, diperlakukan sesuka tuan-nya.