Perjalanan Si Gadis Penyihir Angin

W. Soetisna
Chapter #2

Bab 2 : Karelia dan Vitania

Tamparan anak laki-laki yang diarahkan pada Flo itu berhasil dicegah oleh sang perawat. Weiss Karny yang baru saja mengobati luka Alisa menahan tangan anak laki-laki itu dan menatapnya dengan tajam.

“Su-suster Weiss?”

“Apa yang kau lakukan, Abraham? Menampar seorang gadis, apakah hal ini yang kami ajarkan padamu?”

Kedua anak laki-laki di belakangnya tampak panik setelah melihat raut wajah sang perawat yang hendak memarahi mereka. Namun berbeda dengan anak bernama Abraham itu. Ia malah memberontak padanya.

“Tapi Suster Weiss, gadis ini orang Vitania. Orang-orang yang telah menghabisi keluarga kita di sini. Aku tidak akan pernah bisa berdamai dengannya.”

Abraham terlihat sangat marah pada Flo, benci pada latar belakangnya. Gadis itu hanya diam saja mendengar ucapan Abraham, tak mampu berkata apa-apa. Tetapi Perawat Weiss langsung menasihatinya.

“Dengarkan ini, Abraham. Meskipun dia orang Vitania dan kau orang Karelia, tapi kita masih sama-sama Hamu Kamina 'kan, sama-sama manusia Kamina?”

“Itu, aku ...”

“Kita semua juga sama-sama lahir di Kerajaan Archipelahia ini 'kan? Jadi buat apa kita saling membenci hanya karena beda suku?”

Abraham pun terdiam mendengarnya.

“Sudahlah, Abraham. Mungkin kau masih sakit hati atas apa yang menimpa keluargamu. Tapi itu bukan jadi alasan buatmu untuk membenci Hamu Kamina lainnya. Kita semua harus menghentikan lingkaran kebencian ini. Kita 'kan ingin saling berdamai, tidak mau ada hal buruk lagi?” jelas Weiss.

Rupanya kata-kata yang dilontarkan oleh sang perawat berhasil membuat hatinya luluh. Weiss pun melepaskan genggamannya.

“Maafkan aku, Suster Weiss, Floria,” ucap Abraham sambil tertunduk dan menyesali perbuatannya.

Melihat hal itu, Perawat Weiss langsung mengusap-usap kepalanya sebelum akhirnya membiarkan mereka bertiga pergi.

Tak lama kemudian, Alisa dengan kaki kiri yang telah diperban berjalan menghampiri mereka berdua.

“Flo ...”

Gadis Vitania itu hanya tersenyum tipis padanya sebelum akhirnya mengajaknya ke taman depan panti asuhan.

Mereka pun duduk bersama di sebuah ayunan. Alisa masih tampak tertunduk lesu, sementara Flo hanya memandangnya di sampingnya.

“Flo.”

“Iya, Alisa?”

“Kok kamu diam saja saat anak-anak itu bicara yang tidak-tidak padamu?” tanya Alisa.

Flo menghela napas.

“Tidak usah dipikirkan. Aku baik-baik saja kok.”

“Tapi aku masih tidak mengerti. Karelia, Vitania, kenapa mereka saling bermusuhan? Kenapa orang Vitania sepertimu dianggap monster oleh orang-orang Karelia sini?” Alisa kembali bertanya.

Flo menjawabnya dengan nada yang kebingungan.

Lihat selengkapnya