Dua tahun setelah kelahiran cucu pertamanya — Ndoro Ayu — ayah Ratri meninggal. Mbok Sum semakin keras berusaha mengambil hati Ratri supaya mau melaksanakan ritual bancakan dan sesajen dengan alasan untuk keselamatan keluarga. Tapi usaha itu tetap belum membuahkan hasil karena Wibi dapat menjaga serta melindungi Ratri dan Ayu seperti pesan ayah mertuanya. Ratri sendiri pun tidak mengetahui ada maksud apa dibalik semua keinginan Mbok Sum itu.
Setelah kematian ayah mertuanya, Wibi pun pulang kembali dan menetap di Solo. Dia tinggal bersama istri serta Mbok Sum, nenek mertuanya yang telah dianggap sebagai ibu mertua. Wibi kemudian diterima bekerja di sebuah perusahaan expedisi yang mengharuskan dia untuk sering pergi ke luar kota dengan waktu yang tak tentu. Bahkan kadang-kadang pulang malam juga.
Kini Ndoro Ayu, atau biasa juga dipanggil dengan nama Ayu saja, sudah berusia empat tahun. Semenjak menetap di Solo, berarti sudah dua tahun Wibi kembali merasakan dan mengalami lagi ritual-ritual dalam tradisi leluhur yang telah lama dia tinggalkan. Yaitu bancakan weton kelahiran Ayu yang setiap bulan selalu dilaksanakan oleh Mbok Sum.
Bancakan dan sesajen adalah salah satu tradisi peninggalan leluhur orang-orang Jawa jaman dulu. Bancakan adalah ritual untuk memohonkan berkah atas kelahiran seorang anak pada Gusti Alloh. Sedangkan sesajen adalah ritual untuk memohonkan keselamatan pada Gusti Alloh dan kekuatan gaib lain yang menguasai suatu tempat atau benda-benda tertentu.
Suatu kepercayaan yang bertolak belakang dengan prinsip Wibi sekarang ini. Menurutnya ada bias permohonan di sana. Karena menyertakan kekuatan gaib lain yang notabenenya adalah makhluk ciptaan Gusti Alloh itu sendiri.
Lelembut itu muncul karena sugesti pikiran manusia dan manusia itu sendiri yang mengharuskan membuat sesajen untuk meredam sugestinya. Tetapi bagi Mbok Sum, dia memang menginginkan kehadiran lelembut itu untuk membantu memenuhi keinginannya. Mbok Sum telah mempersiapkan semua itu dengan segala macam uborampenya. Dan dua kali dalam sebulan Mbok Sum melaksanakan hajat itu dengan dalih untuk mendoakan keselamatan bagi kedua cucunya.
Wibi harus membuka dan membaca lagi lembaran-lembaran buku Primbon peninggalan ayahnya agar dia dapat menyikapi tradisi dan ritual yang dilaksanakan oleh Mbok Sum. Hal itu juga untuk mempertegas benang merah antara prinsipnya dengan tradisi peninggalan leluhur tersebut. Meskipun sebenarnya Wibi juga mempercayai tentang adanya lelembut. Hanya saja dia tidak melaksanakan ritual-ritualnya. Karena menurutnya ritual-ritual tersebut akan memperkuat keberadaan lelembut dan menyugesti pikiran manusia untuk tetap tergantung pada keberadaan lelembut tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.
Lelembut sebenarnya hidup di alamnya sendiri seperti tinggal di pohon atau batu besar, genangan air, sebuah rumah kosong, ataupun berkeliaran di jalan dan di kebun-kebun, tetapi keberadaannya seolah-olah menguasai tempat itu. Sehingga bagi sebagian orang tempat itu perlu diberi sesajen untuk meminta ijin dan memberikan jaminan keselamatan.
***
Siang yang begitu panas. Sang mentari berdiri tepat di atas kepala. Sinarnya begitu garang membakar setiap inci jalan beraspal yang dilewati motor Wibi. Dia dalam perjalanan pulang ke rumah. Siang itu Wibi sengaja minta ijin pulang kerja lebih awal karena akan mengantar Ratri untuk memeriksakan kandungannya. Sedangkan Ratri mengambil cuti dari pekerjaan mengajarnya hari ini.
Ratri terlihat keluar dari kamarnya sambil membawa kipas tangan. Dia kemudian duduk di ruang makan menunggu kedatangan suaminya. Teh hangat buatannya sudah terhidang di meja untuk menyambut Wibi. Saat itu jarum jam menunjukkan pukul setengah dua belas. Tak berapa lama terdengar bunyi sepeda motor memasuki halaman depan rumahnya.
"Dokternya jam berapa, Mas?" tanya Ratri ketika melihat suaminya sudah sampai di rumah.
"Nanti jam satu," jawab Wibi sambil menyeruput teh hangat buatan Ratri.
Beberapa saat kemudian Mbok Sum datang sambil membawa masakannya. Beliau agak terkejut melihat Wibi sudah sampai di rumah.
"Suamimu sudah pulang, Nduk? Ada apa?" tanya Mbok Sum ketika sampai di dekat meja makan.
"Mau mengantarku periksa kandungan, Mbok." Ratri memandang Mbok Sum yang sedang meletakkan masakannya di meja makan tepat di depannya.