Selang beberapa hari kemudian, Wibi dan Ratri mendatangi rumah Dokter Sepuh untuk memeriksakan kandungan Ratri. Mereka berharap pada Gusti Alloh akan memberikan keajaiban dibalik kasus yang menimpa kandungan Ratri.
Semilir angin berembus pelan memasuki ruang tunggu tanpa pendingin udara di rumah pribadi Dokter Sepuh. Tidak ada rasa gerah dan gelisah dalam hati Wibi dan Ratri. Mungkin ini pertanda baik atau hanya pengaruh sugesti dari Dokter Sepuh tersebut? Wibi pun tidak tahu.
Dinding-dinding tembok berwarna putih bersih itu memberikan rasa nyaman pada mereka. Wibi dan Ratri merasa santai dan dapat duduk tenang di ruang tunggu yang relatif sempit itu. Tak lama kemudian mereka dipersilakan masuk ke ruang periksa.
"Ada keluhan apa, Bu?" tanya Dokter Sepuh dengan suara agak berat. Terlihat senyuman menghiasi wajah tuanya dan rambut yang sudah memutih semua. Wibi pun menceritakan kasus kehamilan yang tidak berkembang di kandungan istrinya. Dokter Sepuh mendengarnya sambil mengangguk-angguk.
"Mari, Bu, saya periksa," kata dokter sepuh. Dengan dibantu seorang perawat, Ratri berbaring di tempat tidur periksa. Sementara sang dokter menyiapkan alat USG-nya. Terlihat mata sang dokter memperhatikan layar monitor USG dengan cermat dan menekan-nekan tombolnya. Muncul sebuah foto rontgen USG calon bayi Ratri.
"Hmm ... ini memang kecil sekali bentuknya. Sepertinya baru berusia dua belas minggu. Jadi memang masih kecil," ulas Dokter Sepuh sambil memperhatikan foto rontgen tersebut.
"Tapi menurut perhitungan kami sudah lewat tiga bulan, Dok," kata Ratri.
"Mungkin ibu salah hitung. Tapi tidak apa-apa. Kita lihat perkembangan selanjutnya. Masih bisa diobati," kata Dokter Sepuh sambil menulis sebuah resep obat. Lega rasanya hati mereka berdua mendengar kata-kata Dokter Sepuh tersebut. Ratri bagai tersugesti dengan kata-kata tersebut dan kembali bersemangat.
Mereka kembali ke rumah dengan perasaan tenang dan menjalani kehidupan mereka dengan normal seperti pasangan suami istri lainnya tanpa beban. Sejenak mereka dapat melupakan tentang lelembut, tentang pantangan, maupun tentang tradisi leluhur yang terasa merepotkan.
Kejadian yang dialami oleh Ratri adalah kejadian medis yang dapat diatasi dengan tindakan medis pula. Begitu kesimpulan Wibi terhadap kasus yang menimpa Ratri, istri tercintanya, meskipun telah dianggap melanggar pantangan bepergian di Hari Selasa Kliwon. Dua minggu kemudian Wibi mengantar Ratri memeriksakan kandungannya ke dokter sepuh itu lagi. Dan pada saat itu kandungan Ratri dinyatakan berkembang dengan normal.
Kejadian itu memang diawali dengan adanya pantangan yang dilanggar oleh Wibi dan Ratri, meskipun tidak dapat dibuktikan secara empiris bahwa keduanya adalah kejadian yang saling berhubungan. Namun bagi Mbok Sum hal itu menjadi fakta yang tak terbantahkan bahwa lelembut akan mengganggu kehidupan manusia apabila ada pantangan dalam tradisi dan kepercayaan leluhur yang dilanggar. Hal itu yang sebenarnya ingin Mbok Sum tanamkan lagi pada anak dan menantunya. Terutama pada Ratri agar mau melaksanakan sesajen untuk baurekso. Sehingga akan terbuka jalan bagi Mbok Sum untuk segera melaksanakan perjanjian tumbal ketiganya.
***
"Bagaimana calon bayimu, Nduk?"